Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selasa, 26 Juni 2012

sejerah perkembangan tasawwuf dan tarekat di indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang dianut kurang lebih dua ratus juta orang di asia tenggara, yang berpusat di sebuah kepulauan muslim yang tersebar mulai dari Thailand Selatan melalui Malaysia dan Indonesia dan sampai bagian utara Brunai Darussalam dan Filipina Selatan. Ada banyak teori yang ditawarkan mengenai awal datangnya islam ke Indonesia. Dan begitu juga tarekat (sufisme) di kepulauan ini dengan sebagian besar perdebatan terpusat perihal daerah terjadinya islamisasi yang pertama.[1]
Beranjak dari penjelasan tadi penulis persembahkan sebuah makalah (karya tulis) yang berjudul “sejarah perkembangan tasawuf dan tarekat di indonesia”. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri. Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis memohon maaf, karna penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca. Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.
B.    RMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian tarekat dan tasawwuf?
2.       Apa hubungan tarekat dan tasawuf?
3.       Bagaimanakah perkembangan tarekat dan tasawuf di Indonesia?
4.       Apa pengaruh tarekat dan tasawuf terhadap pemikiran islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
1.     Pengertian tasawuf dan Tarekat, serta hubungan antara keduanya
Sebenarnya terjadi perbedaan pendapat mengenai asal mula kata tasawuf, namun kami akan mengambil pendapat yang terbaik berdasarkan apa yang telah penulis pelajari.Secara ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu kata shuuf  yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan diri.[2] Sedangkan secara terminologi, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh.
Dari beberapa defines para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.[3]Tarekat berasal dari bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara etimologi berarti : (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab)[4] Menurut  istilah …tarekat berarti perjalanan seorang saleh (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Istilah ini kemudian berkembang menjadi organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas,[5] atau institusi yang menaungi paham tasawwuf .

Senin, 18 Juni 2012

Israiliyat


Adanya Israiliyat dalam kitab-kitab tafsir Al-Quran merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri. Sejak periode tadwin[1] sampai sekarang berpuluh-puluh macam kitab tafsir telah dihasilkan oleh para pengabdi Al-Quran. Namun, sebagian besar di dalamnya ada yang dikenal dengan istilah “Israiliyat”, yang dianggap sebagai unsur-unsur Yahudi dan Kristen dalam penafsiran Al-Quran. Harus diakui bahwa intensitas pemuatan Israiliyat dalam kitab-kitab tafsir tersebut tidaklah sama sesuai dengan sikap atau pandangan penulisnya terhadap masalah itu. Dalam tafsir Al-Manar misalnya, penulisnya sangat getol menghantam keberadaan Israiliyat dalam kitab-kitab tafsir terdahulu, ternyata di dalamnya terdapat pula sumber-sumber Israiliyat dalam menafsirkan ayat-ayat tertentu dalam Al-Quran.[2] Kenyataan ini mengandung suatu pertanyaan pokok yang mendasar, apa sebenarnya pengertian (definisi) Israiliyat sebagai suatu terminologi dalam ilmu tafsir Al-Quran.
Seiring dengan pertanyaan pokok tersebut, tersirat pula pertanyaan lain yang memiliki hubungan sangat erat, yaitu, bagaimana sikap yang sebenarnya terhadap Israiliyat tersebut dalam kerangka penafsiran Al-Quran. Sebenarnya Rasulullah SAW. telah memberikan semacam pegangan dalam menjawab pertanyaan terakhir ini. Antara lain, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, yang bersumber dan Abu Hurairah r.a. berkaitan dengan tafsir ayat 136 surat Al-Baqarah. Ketika itu, sahabat tersebut memberitahukan kepada Rasulullah bahwa Ahli Kitab membaca kitab Taurat yang berbahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab untuk konsumsi umat Islam. Menanggapi berita ini, Rasulullah SAW. lalu bersabda :[3]
لاتصدقوا أهل الكتاب ولا تكذبوهم وقولوا امنا بالله وماأنزل الينا
Sikap tidak membenarkan dan tidak mendustakan terhadap apa saja yang diterima dan para Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) sebagaimana yang ditegaskan oleh hadis tersebut di atas ternyata mengundang beberapa pertanyaan. Antara lain, apakah sikap itu berlaku untuk semua berita atau hanya untuk berita-berita tertentu saja? Bagaimana berita-berita dan mereka yang ada konfirmasinya dari sumber islami? Apakah harus bersikap “tawaqquf’ seperti itu? Atau, bagaimana mengaplikasikan isi dari hadis tersebut, dalam menafsirkan Al-Quran yang ada sumbernya dari Ahli Kitab.