Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Kamis, 27 Juni 2013

Makanan Dan Minuman Dalam Alqu'ran oleh Zainuddin



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu karunia teragung yang di berikan Allah swt kepada kaum muslim adalah al-Qur’a>n. sejak islam mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu, tiada satu bacaan pun yang dapat menandingi al-Qur’a>n. kitab suci al-Qur’a>n dipelajari bukan hanya susunan redaksi dan pemilihan kosakatanya, tetapi juga kandungan yang tersurat maupun tersirat didalamnya. Semua hal tersebut diibaratkan sebuah sumber yang tidak perna kering.[1] Al-Qur’a>n memuat banyak kandungan, di antaranya berupa larangan dan petunjuk, batas antara yang halal dan haram, nilai yang baik dan buruk, dan berbagai kisah tentang umat masa selanjutnya. Sebagai kitab suci yang menuntun manusia dalam mengarungi samudera kehidupan di dunia ini, setiap pribadi muslim wajib meyakini bahwa al-Qur’a>n akan membawanya kepada ke bahagiaan pribadi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.[2]

Kamis, 13 Juni 2013

kritikus perawi hadis



Oleh Nurul Fadhila Faisal
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Kesahihan sebuah hadis—sebagaimana telah diketahui—turut ditentukan oleh kualitas rangkaian sanad yang meriwayatkan hadis. Hal ini meniscayakan bahwa sanad hadis yang merupakan rangkaian para periwayat-periwayat yang bermula dari sahabat sampai kepada mukharrij, menjadi lapangan kajian tersendiri yang membutuhkan kejelian dan kecermatan dalam proses menentukan kesahihan sebuah hadis.
Kecermatan yang dimaksud dalam kajian sanad hadis adalah dalam proses menyimpulkan ke-s\iqah[1]-an periwayat-periwayat yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis. Kualitas pribadi (a>dil) dan kapasitas intelektual (d}a>bit}) masing-masing periwayat diketahui melalui informasi-informasi historis yang terdapat dalam literatur-literatur rija>l al-h}adi>s\ sebagai menjadi bahan yang kemudian dianalisis menggunakan kaidah yang dikenal dengan kaidah al-jarh} wa al-tadi>l.[2]

kaedah jarh wa ta'dil



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Rasulullah memberikan warisan kepada kita umatnya dua perkara, yaitu Al-qur’an dan Sunnah. Al-qur’an yang notabene adalah kalam Allah telah dijamin kemurnian dan keabsahannya, karena Al-qur’an diturunkan secara mutawatir. Sedangkan Sunnah atau sabda Rasul tidak semuanya berpredikat mutawatir, sehingga tidak semua hadis bisa diterima, karena belum tentu setiap hadis itu berasal dari Rasulullah. Oleh karenanya muncullah ilmu yang berkaitan dengan hadis atau biasa disebut dengan istilah ‘Ulumul Hadits. Dari berbagai macam cabang ilmu yang berkaitan dengan hadis, ada satu ilmu yang membahas tentang keadaan perawi dari segi celaan dan pujian,yaitu ilmu al-jarh wa ta’dil. Dari ilmu inilah kita bisa mengetahui komentar-komentar para kritikus hadis tentang keadaan setiap perawi, apakah diterima (maqbul) atau ditolak (mardud) sehingga nantinya bisa ditentukan status dan derajat hadis yang diteliti oleh perawi tersebut. Oleh karena itu di sini penulis akan sedikit membahas tentang salah satu cabang ilmu hadis yang perlu kita ketahui bersama, yaitu ilmu al-jarh wa ta’dil. Dimana pemakalah akan membahas di dalamnya yaitu tentang Kaedah jarh> wa al-ta’di>l .  Namun layaknya sebuah tulisan -apalagi dengan berbagai keterbatasan referensi yang penulis dapat-  pasti terdapat banyak sekali kekurangan.

pertentangan jar dan ta'dil



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dengan percepatan teknologi dan ilmu pengetahuan peradaban juga mengikuti perkembangan yang terjadi dengan muncul berbagai pemahaman dan pengkajian berbagai hukum yang tidak terjadi dimasa lampau hingga menimbulkan banyak perselisihan dalam memaknai sebuah peristiwa atau masalah dalam kehidupan, dikalangan umat Islam khususnya yang menjadi panduan hidup di muka bumi ialah al-Qur’an yang berisikan jawaban tentang segala sesuatu yang ada di dunia baik secara tersirat maupun secara tersurat, namun konteksnya ada sebagian yang perlu penelaah lebih mendalam karena tidak di ungkapkan secara gamblang maka di perlukan pengkajian dengan memakai hadis yang bersumber dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda “aku tinggalkan kepadamu (umat Islam) dua pusaka abadi, apabila kamu berpegang kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat ,iaitu Kitab Allah (Al Quran) dan Sunnahku”.

wakaf



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak memiliki rujukan dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah melakukan identifikasi untuk mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil identifikasi mereka juga akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang dijelaskan pada bagian berikut.
Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah berikut :
وافعلوا الخير لعلكم تفلحون
dan berbuatlah kebajikan agar kamu beruntung”[1]
            Imam Al-Baghawi menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan silaturahmi, dan berakhlak yang baik.[2] SementaraTaqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan wakaf.[3]
            Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan (munasabah) dengan firman Allah tentang wasiyat.
كتب عليكم ادا حضر احدكم الموت ان ترك خير الوصية للوالدين والاقربين  بالمعروف حقا على المتقون
              “Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak dan karib kerabat dengan acara yang ma’ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang takwa.”