Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Kamis, 31 Mei 2012

Islam itu mudah



Mata Kuliah: Kajian Teks Hadis

Oleh :
zainuddin

JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
 UIN ALAUDDIN MAKASSAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Dinul Islam adalah ajaran dan tuntunan yang diturunkan dari sisi Sang Pencipta, Pemelihara, Pemilik langit, bumi serta segala isinya, termasuk manusia tentunya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat yang Maha Mengetahui batas kekuatan, kemampuan, serta potensi manusia. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menetapkan syari’at yang sesuai dengan kemampuan mereka dan bukan kemauan hawa nafsu mereka. Dinul Islam tidaklah menghendaki kesukaran, namun justru datang dengan membawa kemudahan. Beranjak dari penjelasan tadi penulis persembahkan sebuah makalah (karya tulis) yang berjudul “ISLAM ITU MUDAH”. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri. Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis memohon maaf, karna penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca. Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.



RUMUSAN MASALAH
1.      Penjelasan makna kata dan makna kalimat dalam hadis tersebut
2.      Asbabul wurud
3.      Mengapa islam disebut agama yang muda
4.      Hikmah yang dapat di petik dari hadis tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

حدثنا عبد السلام بن مطهر قال حدثنا عمر بن علي عن معن بن محمد الغفاري عن سعيد بن أبي سعيد المقبري عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال  : ( إن الدين يسر ولن يشاد الدين أحد إلا غلبه فسددوا وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة  وشيء من الدلجة[1]
Artinya ;
                                    Telah menceritakan kepada kami abdu al-salam bin mutaharu berkata umar bin ali telah menceritakan kepada kami dari muin bin Muhammad al-ghof>ar>y dari sai>d bin ab>I sai>d al-maqbar>I dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agama melainkan ia akan dikalahkan. Oleh karena itu kerjakanlah dengan semestinya, atau mendekati semestinya dan bergembiralah (dengan pahala Allah) dan mohonlah pertolongan di waktu pagi, petang dan sebagian malam"
Syarah mufradat  
الدين
 Kata ini berasal dari kata dayana yang bermakna jinsun minal inqiya>di wa z\ulli yang artinya salah satu bagian dari kepercayaan dan ketundukan, sedangkan kata addi>n sendiri diartikan sebagai at-t}a> ‘atu artinya ketaatan.[2] Menurut Ahmad Warson dalam kamusnya kata ini (addi>n) berasal dari kata da>na yang artinya utang, berubah menjadi addi>n yang berarti agama, mu ‘taqadu kepercayaan, at-tauhi>du tauhid, dan al-‘iba>datu ibadah[3] namun untuk hadis di atas lebi cocok untuk diartikan sebagai agama.
يسر
adalah lawan kata dari  [4]العسر, yang mana Al-‘usru itu berarti Al-S{u’u>ba yang berarti sulit sehingga arti kata yusrun itu adalah mudah.
يشاد
adalah fi’il madhori, bentuk madhinya شاد yang semakna dengan   خاصمdan  شاحنyang berarti bertengkar, berselisi.[5]dalam kitab Lisa>n al-‘Arab disebutkab bahwa  شدد asal kata شاد yang berarti [6]الشِّدَّةُ الصَّلابةُ sangat keras .
غلب
atau gulbun berasal dari kata غلب atau galaba yang berari mengalahkan, mengatasi[7]
 فسددوا
adalah fiil amar yang berasl darikata saddada yang berarti meluruskan, membetulkan.[8]sedangkan di dalam kitab kamus al munawwir diartikan  قوّمه yang juga berarti meluruskan[9].
قاربوا
adalah fi’il amar yang bentuk asalnya قارب yang semakna dengan kata   دان yang berarti mendekati.[10]
أبشروا
adalah fi’il amar yang berasal dari بشر dimana didalam kitab Maqa>yis Al-Lugah disebut [11]ظاهِرُ جِلْد الإنسان jelasnya kulit manusia maksudnya karena kulitnya yang terlihat jelas tanpa terhalang oleh rambut, berbeda dengan hewan yang tertutup oleh rambut ataupun bulu. Maka tidak mengherankan pula ketika menjelaskan makna kata kerja absyara dan basy-syara, yang menjadi muasal kata basyīr, penulis memaknainya dengan “memberikan kabar gembira yang membuat kulit muka menjadi berseri-seri. Pendapat sedikit berbeda dikemukakan oleh Ibn Jarīr al-Thabariy; pemberitahuan kepada seseorang tentang berita  yang belum pernah diketahuinya dan dapat membuatnya gembira, sebelum dia mendengarnya dari orang lain atau mengetahuinya dari orang lain.[12]
استعينوا                          
adalah kata kerja perintah untuk melakukan apa yang disebut isti’ānah yang berarti minta tolong[13]
الغدوة
Berasal dari kata   غداyang dimana didalam kitab Lisan al-‘Arab
ما بين صَلاةِ الغَداة وطلُوعِ الشمس yaitu antara shalat fajar dan terbitnya matahari[14].
الروحة
Di dalam kitab Al-mu’jam Al-wasi>t Al- ru>hatu diartikan المرة من الرواح yaitu waktu sore[15].
الدلجة
Adalah kata yang berasal dari kata الدلج yaitu akhir malam.[16]di sebutkan juga oleh Abul razza>k Al-Hasi>ni> bahwa الدلجة berarti  الساعةُ من آخرِ الليلِwaktu dari akhir malam[17]
Syarul kalimat
إن الدين يسر
Sesungguhnya agama itu mudah
Inilah karakter agama Islam sebagai agama yang telah diridhai Allah dan diturunkan dalam kesempurnaan kepada umat terakhir.
Ada pendapat yang mengatakan Islam dikatakan mudah karena ia berbeda dengan agama-agama sebelumnya, di mana Allah telah menghilangkan kesulitan-kesulitan yang dibebankan kepada umat terdahulu. Dicontohkan oleh imam suyuty, dalam hal taubat misalnya. Untuk diterima taubatnya, umat terdahulu ada yang diharuskan bunuh diri. Sedangkan bagi kaum muslimin cukup dengan menyesali dosanya, berjanji tidak mengulangi dan memperbanyak kebaikan[18].
Pada dasarnya, Islam adalah agama yang mudah karena ia diturunkan oleh Allah SWT yang Maha Tahu karakter dan kemampuan manusia. Manusia adalah ciptaan Allah dan Dialah yang paling tahu apa yang tepat serta mudah bagi ciptaan-Nya itu. Dia tidak memberikan beban atau kewajiban yang tidak sanggup ditanggung oleh hamba-Nya.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya[19]
Dalam hal aqidah, aqidah Islam yang pokoknya adalah tauhid merupakan keyakinan yang sejalan dengan fitrah, menenangkan hati dan memuaskan akal. Sehingga sangat mudah bagi manusia yang mau berfikir untuk mengikuti aqidah ini, tanpa kesulitan. Tidak seperti filsafat yang rumit dan juga tidak seperti politheisme yang membingungkan.
Dalam hal ibadah, ibadah Islam adalah ibadah yang mudah. Shalatnya lima waktu dalam sehari semalam merupakan ibadah yang pertengahan. Ia tidak seperti shalat umat terdahulu yang sampai puluhan kali dalam sehari dengan jangka waktu lama. Tidak pula terlalu jarang seperti peribadatan pekanan dalam agama selain Islam. Shalat bisa dilakukan di bumi mana saja, dengan baju yang mana saja asalkan menutupi aurat dan tidak melanggar syariah, dan dengan imam siapa saja dari kaum muslimin.
Puasa juga mudah. Ia hanya terbentang dari fajar hingga matahari terbenam. Satu bulan dalam satu tahun. Tidak seberat puasa kaum terdahulu. Selain mendekatkan kepada Allah, puasa juga menyehatkan pencernaan dan melatih kepekaan sosial.
Zakat dan haji juga demikian. Kedua ibadah yang sangat memerlukan harta ini hanya diwajibkan bagi kaum muslimin yang mampu. Mampu menunaikan zakat karena memiliki harta yang telah mencapai nishab dan haul, mampu menunaikan haji karena memiliki biaya serta aman dan kondusif dalam melaksanakannya.
Taubat bisa dilakukan siapa saja dengan cara yang juga mudah. Ia tidak seperti dipraktikkan agama lainnya yang mengharuskan seseorang yang berdosa untuk mengumumkan aibnya di depan orang lain dan membayar dengan sejumlah uang. Taubat dalam Islam bisa dilakukan oleh masing-masing orang hanya kepada Allah. Taubat dalam Islam berhak didapatkan oleh siapapun tanpa membedakan ia miskin atau kaya, banyak harta atau tidak memilikinya.
Muamalah dalam Islam juga sesuatu yang mudah. Ia sejalan dengan fitrah manusia dan tidak pernah memberatkan. Mulai dari jual beli dan berbagai bentuk interaksi sesama yang bertumpu pada prinsip keadilan, kasih sayang dan saling menguntungkan. Menikah juga mudah dilakukan. Islam tidak memberatkan mahar, namun menyerahkannya kepada kesepakatan antara kedua belah pihak calon suami dan istri sehingga mudah dipenuhi.
Allah SWT berfirman :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan[20]
وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ
Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agama melainkan ia akan dikalahkan.
Siapa yang menentang Islam, ia akan kalah sendiri. Karena karakter agama Islam itu mudah, maka siapa yang menyulitkan diri sendiri ia akan kalah. Siapa yang berlebih-lebihan dalam agama ini ia akan kalah. Artinya, ia takkan mampu menjalankan agama ini dengan sempurna. Justru akan futur, jatuh dan tenggelam di tengah jalan.
Misalnya dicontohkan dalam sebuah hadits di mana ada tiga orang yang bertanya kepada Aisyah mengenai amal Rasulullah. Lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka harus berusaha lebih karena Rasulullah telah diampuni dosanya. Maka orang pertama bertekad untuk qiyamullail sepanjang malam tanpa tidur. Orang kedua bertekad akan berpuasa setiap hari tanpa kecuali. Dan orang ketiga bertekad membujang selamanya, tanpa menikah.
Rasulullah SAW yang kemudian mengetahui perkara ini meluruskan mereka agar mengikuti sunnah Rasulullah. Bahwa qiyamullail dijalankan tetapi ada waktu untuk istirahat. Puasa tidak setiap hari, tetapi maksimalnya adalah puasa Dawud (sehari puasa sehari tidak). Dan seorang muslim hendaklah menikah, tidak membujang[21].
Apa yang diingatkan Rasulullah SAW itu tidak lain adalah mengikuti karakter agama ini. Bahwa Islam itu mudah. Dan seorang muslim tidak boleh berlebihan, memaksakan diri, atau memperberat yang akhirnya justru ia cepat bosan lalu berhenti, atau terhalang dari kewajiban dan keutamaan lain dari agama ini.
فَسَدِّدُوا
Oleh karena itu kerjakanlah dengan semestinya,
Yaitu amalkanlah Islam itu sebagaimana mestinya, dengan baik dan benar, tanpa berlebihan dan tanpa menguranginya[22].
وَقَارِبُوا
atau mendekati semestinya
Jika tidak mampu, berusahalah mendekati mestinya. Senantiasa berusaha mendekati kesempurnaan sebagaimana yang telah ditunjukkan Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur'an dan hadits.
وأَبْشِرُوا
dan bergembiralah (dengan pahala Allah).
Bergembiralah, karena dengan mengamalkan Islam sebagaimana adanya itu engkau akan mendapatkan pahala dari Rabbmu. Bergembiralah, sebab dengan menjalankan Islam yang mudah itu engkau akan mendapatkan ganjaran dan kebaikan dari Tuhanmu. Dan amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus meskipun ia sedikit. Ketidakmampuan seseorang dalam menjalankan perintah Allah tanpa kesengajaan tidaklah mengurangi pahalanya, dan sederhana dalam sunnah itu lebih baik daripada banyak amalan tetapi bid'ah.
وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
dan mohonlah pertolongan di waktu pagi, petang dan sebagian malam

Al-Ghadwah (الْغَدْوَة) artinya permulaan siang. Ar-Rauhah (الرَّوْحَة) artinya setelah terbenamnya matahari. Ad-Duljah (الدُّلْجَة) artinya akhir malam[23].
Maksudnya adalah, mintalah pertolongan kepada Allah SWT dengan beribadah pada waktu-waktu yang telah ditentukan, utamanya adalah permulaan siang (Dzuhur), Maghrib dan waktu-waktu qiyamullail. Mintalah pertolongan kepada Allah dalam segala hal, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, khususnya dalam bab ini adalah agar diisitiqamahkan dalam menjalankan Islam yang mudah, yang sesuai sunnah. Tanpa berlebih-lebihan sekaligus tanpa pengurangan.
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa hadits ini memiliki korelasi yang erat dengan hadits-hadits sebelumnya. Yakni jika hadits sebelumnya menunjukkan bahwa shalat, puasa dan jihad merupakan bagian dari iman dan memiliki keutamaan besar, hadits ini mengingatkan agar dalam menjalankan ketiganya kita tetap berada dalam koridor sunnah, sesuai dengan karakter Islam yang mudah. Tidak mempersulit diri dan berlebih-lebihan[24].
Hikmah atau pelajaran yang dapat di ambil.
Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya adalah:
1.      Islam itu agama yang mudah. Ia diturunkan dengan sempurna sesuai dengan fitrah dan kemampuan manusia;
2.       Seorang muslim harus menjalankan Islam sesuai karakternya yang mudah, tidak mempersulit diri atau berlebih-lebihan;
3.      Orang yang berlebih-lebihan dan mempersulit diri dalam beragama cenderung akan jatuh dalam kekalahan, baik itu bosan, futur atau terjebak pada ghuluw dan bid'ah;
4.      Seorang muslim harus berusaha menjalankan Islam sebagaimana ia diperintahkan, jika tidak mampu hendaklah berusaha mendekatinya;
5.      Seorang muslim harus optimis dengan pahala dan kebaikan yang akan diberikan kepadanya sebagai balasan atas komitmennya terhadap Islam dan sunnah;
6.      Seorang muslim hendaklah senantiasa memohon kepada Allah dengan terus beribadah kepada-Nya;
7.      Seorang muslim hendaklah memanfaatkan waktu-waktu utama dan memperhatikan kesempatannya untuk meraih momentum terbaik dalam beribadah dan beramal.
8.      Agama Islam mewajibkan kita untuk memperhatikan haknya badan untuk makan dan minum dan istirahat. Haknya anak dan istri untuk mendapatkan perhatian yang selayaknya dan kemudian haknya Allah untuk diibadahi dan dijalankan ajaran syariat-Nya. Maka dalam menjalankan segenap hak masing-masing pihak itu, tidak boleh ada pihak yang diabaikan haknya. Demikian itulah pengamalan agama yang benar, adil dan dalam batas kewajaran. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
9.      “Sesungguhnya agama ini kokoh, maka beramallah dengannya dengan kelembutan, dan janganlah engkau membikin dirimu tidak suka beribadah kepada Allah karena merasa terlalu berat, karena orang yang terhenti dari bepergiannya itu ialah kendaraannya dan bekalnya tidak mampu lagi melanjutkan perjalanannya sampai ke tempat tujuanya. Oleh karena itu beramallah engkau dengan semangat seperti orang yang menyangka bahwa dia tidak akan mati selama-lamanya dan penuh kehati-hatian seperti orang yang dalam keadaan takut bahwa besok akan mati.”[25]


















Daftar Pustaka
Al-Bukha>ri Al-Ja’fi>, Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h >. S}ah}i>h al-Bukha>ri>, juz V. Cet. III; Beirut: Da>r Ibnu Kas\i>r, 1987.
Al-Mis}ri>, Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r al-Afri>qi>. Lisa>n al-‘Arab, juz IVBeirut: Da>r S{adir, t.th.
Ibnu Zakariyya>, Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris. Maqa>yis al-Lug}ah, juz I dan juz V. t.t: Ittih}a>d al-Kita>b al-‘Arab, 2002.
Bisri, Adib dan Munawwir AF. Kamus al-Bisri. Cet. I; Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
Al-quranul karim
Ibrāhīm Musthafā, dkk, Al-Mu’jam Al-Wasīth,juz II Istanbul, Dar al-Da’wah, 1989.
Yunus, Mahmud, kamus Arab Indonesia, cet 2,Jakarta; hidakarya agung,1972.
Al-S}iddi>qi,Muhammad bin ‘illa>n >, Dali>l Al-fa>lihin,juz 1cet. 1 Da>r Al-Hadi>s1998
Munawwir Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Edisi II,Surabaya:        Pustaka Progressif, 1997.
Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, KAMUS KONTEMPORER ARAB-INDONESIA, Cet.9, Yogyakarta; Multi Karya Grafika, 1996.
Al-Amily, Muhamad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Katsīr bin Ghālib al-Amily, Abū Jafar al-Thabary, Jāmi al-Bayān fī Tawīl Al-Qurān, Beirut, Muassasah al-Risālah, 2000
Asqala>ni>, Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘ Fath}ul al-Ba>ri> bi Syarhu S}ah}i> al-Bukha>ri>, Juz 1, Beirut: Da>r al-Ma ‘rifatu, t.th
Al-Syu>yu>ti Abdul Al-Rahma>n bin Abi Bakr Al-Syu>yu>ti>, syarh Al-Syu>yu>ti lisunani           Al-nasa>i>, juz 8 (halab, maktab AL-Matbu>’a>t Al-Islamiyah 1986.
ibn Rajab, Abdu Al-Rahma>n ibn Syihab al Din Ahmad Fath}ul al-Ba>ri> juz I,t,ht
As-Sijista>ni, Sulaiman bin Al-Asy’as bin Isha>k bin Basyi>r bin Syida>d bin Amar Al-Azdi> As-Sunanul Kubra,juz 3, t.ht,













[1] Muhammad bin Isma>’i>l Abu ‘Abdilla>h Al-Bukha>ri> Al-ja’fi>, Sahih al-Bukha>ri>, juz I (Cet. III; Beirut: Da>r Ibnu Kas\i>r, 1987),h 23

[2] Abu  al-Husain Ahmad bin Faris Ibnu Zakariyyah, Mu ‘jam Maqa>yis Al-Lugah, Juz 2 (Beirut: Da>r al-Fikr, 1979 ), h.319.

[3]Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia  (Edisi II, Surabaya:  Pustaka Progressif, 1997), h.437.
[4] Muhammad bin Mukarram bin Manz}u>r al-Afriki> al-Mis}ri>, Lisan al-‘Arab, Juz 15 (Beirut: Da>r S}a>dir, t.th.), h.295.
[5] Atabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor, KAMUS KONTEMPORER ARAB-INDONESIA, (Cet.9, Yogyakarta; Multi Karya Grafika, 1996), h.1109.
[6] Muhammad bin Mukarram bin Manz}u>r al-Afriki> al-Mis}ri, op.cit., h.232
[7] Adib Bisri, Munawwir A. Fattah, Kamus Indonesia Arab Al-Bisri, (cet 1,Surabaya; Pustaka Progresif, 1999),h.545.
[8] Mahmud Yunus, kamus Arab Indonesia, (cet 2,Jakarta; hidakarya agung,1972),h 166.
[9] Ahmad Warson Munawwir, op. cit, hal.620
[10] Ibid., edisi 2, h. 1102.
[11] Abu  al-Husain Ahmad bin Faris Ibnu Zakariyyah, op. cit, hal. 237
[12] Muhamad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Katsīr bin Ghālib al-Amily, Abū Jafar al-Thabary, Jāmi al-Bayān fī Tawīl Al-Qurān, (Beirut, Muassasah al-Risālah, 2000), Juz. II, h. 393
[13]Ahmad Warson Munawwir, op. cit, hal.988
[14] Muhammad bin Mukarram bin Manz}u>r al-Afriki> al-Mis}ri, op. cit, hal. 116
[15] Ibrāhīm Musthafā, dkk, Al-Mu’jam Al-Wasīth,juz II (Istanbul, Dar al-Da’wah, 1989),h. 791.
[16] Ahmad Warson Munawwir, op. cit, hal.415
[17] Muhammad bin Muhammad bin Abdu Al-Razza>k Al-Hasi>ni>, dkk, ta>ju Al-‘uru>s min jawa>hiri Al-Qa>mu>s, juz 1(t.th) h. 1406.
[18] Abdul Al-Rahma>n bin Abi Bakr Al-Syu>yu>ti>, syarh Al-Syu>yu>ti lisunani Al-nasa>i>, juz 8 (halab, maktab AL-Matbu>’a>t Al-Islamiyah 1986), h.122
[19] (QS. Al-Baqarah : 286)

[20] (QS. Al-Hajj : 78)
[21] Abdu Al-Rahma>n ibn Syihab al Din Ahmad ibn Rajab, Fath}ul al-Ba>ri> juz I,(t,ht)h. 76.
[22] Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqala>ni>, Fath}ul al-Ba>ri> bi Syarhu S}ah}i> al-Bukha>ri>, Juz 1, (Beirut: Da>r al-Ma ‘rifatu, t.th.), h 95.
[23] Muhammad bin ‘illa>n Al-S}iddi>qi>, Dali>l Al-fa>lihin,juz 1(cet. 1 Da>r Al-Hadi>s)1998, h 331.
[24] Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqala>ni>, Fath}ul al-Ba>ri> bi Syarhu S}ah}i> al-Bukha>ri>, Juz 1 op cit, h.93.
[25]  Sulaiman bin Al-Asy’as bin Isha>k bin Basyi>r bin Syida>d bin Amar Al-Azdi> As-Sijista>ni, As-Sunanul Kubra,juz 3, t.ht, h.19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar