BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang dianut
kurang lebih dua ratus juta orang di asia tenggara, yang berpusat di sebuah
kepulauan muslim yang tersebar mulai dari Thailand Selatan melalui Malaysia dan
Indonesia dan sampai bagian utara Brunai Darussalam dan Filipina Selatan. Ada
banyak teori yang ditawarkan mengenai awal datangnya islam ke Indonesia. Dan
begitu juga tarekat (sufisme) di kepulauan ini dengan sebagian besar perdebatan
terpusat perihal daerah terjadinya islamisasi yang pertama.[1]
Beranjak dari penjelasan tadi
penulis persembahkan sebuah makalah (karya tulis) yang berjudul “sejarah
perkembangan tasawuf dan tarekat di indonesia”. Penulis mengharapkan makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri. Kepada
pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah
ini, penulis memohon maaf, karna penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan
demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca. Semoga
Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.
B.
RMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian tarekat dan tasawwuf?
2. Apa hubungan tarekat dan tasawuf?
3. Bagaimanakah perkembangan tarekat dan tasawuf
di Indonesia?
4. Apa pengaruh tarekat dan tasawuf terhadap
pemikiran islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian tasawuf dan
Tarekat, serta hubungan antara keduanya
Sebenarnya terjadi perbedaan pendapat mengenai
asal mula kata tasawuf, namun kami akan mengambil pendapat yang terbaik
berdasarkan apa yang telah penulis pelajari.Secara ethimologi, tasawwuf berasal
dari bahasa Arab yaitu kata
shuuf yang berarti bulu. Pada
waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan
diri.[2]
Sedangkan secara terminologi, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri
sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan
karena dominannya ungkapan batin ini, maka
menjadi beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh.
Dari beberapa defines para sufi, Noer Iskandar
mendefinisikan bahwa
tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
sedekat mungkin.[3]Tarekat
berasal dari bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara etimologi berarti
: (1) jalan, cara (al-kaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab,
aliran, haluan (al-mazhab)[4]
Menurut istilah …tarekat berarti perjalanan seorang saleh (pengikut
tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus
ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada
Tuhan. Istilah ini kemudian berkembang menjadi organisasi yang tumbuh seputar
metode sufi yang khas,[5]
atau institusi yang menaungi paham tasawwuf .
Dari pengertian diatas, tampaklah pertalian
yang sedemikian erat antara tasawwuf dan tarekat,
bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara
yang satu dengan yang lain.[6] Tasawwuf adalah sebuah ideologi dari institusi
yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan
madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat
merupakan implementasi dari suatu ajaran tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam rangka
mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf secara bersama-sama.
2. Sejarah perkembangan tasawwuf dan tarekat di
Indonesia
Penyebaran islam berkembang
secara spektakuler di Negara-negara asia tenggara berkat peranan dan kontribusi
tokoh-tokoh tasawwuf adalah kenyataan yang diakui oleh hampir mayoritas
sejarawan dan peneliti. Hal itu di sebabkan
oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebi kompromis dan penuh kasih
sayang. Tasawuf memang memiliki kecenderungan manusia yang terbuka dan
berorentasi cosmopolitan.
Tentang proses pertama
masuknya Islam, ada beberapa teori tentang para pelopor dakwah Islam pertama di
Indonesia (India, Persia, dan Arab) serta pengaruhnya terhadap dunia tasawuf di
tanah air. Berdasarkan fakta sejarah yang akurat, Dr. Alwi memaparkan bahwa
para pelopor dakwah Islam pertama di Indonesia berasal dari Arab, dari
keturunan Imâm Ahmad ibn ‘Isâ al-Muhâjir al-‘Alawî (cucu Imâm Ja’far
ash-Shâdiq).
Kesimpulan ini membantah
pandangan yang sudah jamak diketahui bahwa penyebar awal Islam di tanah air
adalah pedagang gujarat. India hanya sebagai tempat pemberangkatan orang-orang
Arab yang kemudian melanjutkan ke kota Timur Jauh. Terbukti, dari nama kota itu
“malibar” sebagai alihan dari kata Arab, ma’bar.[7]
Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap : Pertama,
Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia
disekitar pelabuhan (Terbatas). Kedua : datang dan berkuasanya
Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Fhilipina,
sampai abad XIX M; Ketiga : Tahap liberalisasi kebijakan
pemerintah Kolonial, terutama Belanda di Indonesia.[8]
Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan
terjadinya perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh
luar tidak dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan
dengan budaya yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang
khas Indonesia. Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah,
dua tarekat yang disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai
pengaruh budaya yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya
Islam sebagai agama wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar.
Islam berhasil tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol
kesatuan. Berbagai agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat
Indonesia. Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh
kelembutan oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh
rakyat sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.[9]
Adapun tarekat-tarekat yang masuk dan berkembang di Indonesia yaitu
1.
Tarekat
Qadiriyah.
Qadiriiyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya
yaitu Abdul al-Qadir Jailani yang terkenal dengan sebutan Syeikh Abd al-Qadir
Jila al-Gawast al-Auliya.beliau lahir di sebuah kota kecil, jailan, thabaristan
pada tahun 471 H(1077 M). Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam
sejarah spritualitas Islam, karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang tarekat
di dunia. Kedati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade setelah
kematiannya.
2.
Tarekat Syaziiliyah
Pendirinya yaitu Abu al-Hasan Al-Syadzi>li. Nama legkapnya
adalah Ali ibn Abdullah bin Abd Jabbar Abu Al-Hasan alsyadziili.[10]
Beliau dilahirkan di desa Ghumarra. Terekat ini berkembang pesat antara lain di
Tunisia, Mesir, Sudan, suriah dan semenanjung Arabiyah, masuk Indonesia
khususnya di Wilayah Jawa tengah dan Jawa Timur.[11]
Adapun pemikiran pemikiran terkat al-Syaziliyah antara lain : Pertama,
Tidak menganjurkan kepada muridnya untuk meninggalkan profesi dunia.
Pandangannya mengenai pakaian, makanan dan kendaraan, akan menumbuhkan rasa
syukur kepada Allah SWT. Meninggalkannya yang berlebihan akan menimbulkan
hilangnya rasa syukur, dan berlebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa
kepada kezaliman.[12]
Kedua, Tidak mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam. Ketiga,
Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah
mengosongkan hati dari selain Tuhan.. Keempat, Tidak ada larangan bagi
kaum salik untuk menjadi Miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak
tergantung pada harta yang dimilikinya. Seorang boleh saja mencari harta, namun
jangan menjadi hamba dunia. Kelima, Berusaha merespon apa yang sedang
mengancam kehidupan umat , berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual
yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi. Menurut
ajaran tarekat Syaziliyah mudah dalam perkara ilmu dan akal. Ajaran serta
latihan–latihan penyucian dirinya tidak rumit dan tidak berbelit-belit. Yang
dituntut dari para pengikutnya adalah meninggalkan maksiat, harus memelihara
segala yang diwajibkan oleh Allah SWT dan mengerjakan ibadah-ibadah yang
disunnahkan sebatas kemampuan tanpa paksaan. Bila telah mencapai tingkat yang
lebih tinggi, maka wajib melakukan zikrullah sekurang-kurangnya seribu kali
dalam sehari semalam dan juga harus beristigfar sebanyak seratus kali dan
membaca shalawat terhadap nabi Muhammad SAW sekurang kurangnya seratus kali
sehari semalam.[13]
3.
Tarekat
Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat ini adalah Muhammad bin Muhammad Bah al-Din
al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi. Lahir di Qashrul Arifah.[14]
Ia mendapat gelar Syah yang menunjukkan posisinya yang penting sebagai pemimpin
spiritual. Ia belajar Ilmu Tarekat pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Dari
sinilah ia pertama belajar tarekat. Pada dasarnya tarekat ini bersumber dari
Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani, seorang sufi yang hidup sezaman dengan Abdul Qadir
Jailani.[15]
Pusat perkembangan Tarekat Tarekat Naqsyabandiyah adalah di Asia Tengah, ke
Turki, India, Mekkah termasuk ke Indonesia, melalui Jemaah Haji yang pulang ke
Indonesia. Dalam perkembangannya mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain : Gerakan Pembaharuan dan politik. Penaklukan
Makkah oleh Abd al-Aziz bin Saud berakibat besar terhambatnya perkembangan
tarekat Naqsabandiyah. Karena sejak saat itu kepemimpinan di Makkah diperintah
oleh kaum Wahaby yang mempunyai pandangan buruk terhadap tarekat.
Sejak itu tertutuplah kemungkinan untuk mengajarkan tarekat ini di
Makkah bagi Jamaah haji khususnya dari Indonesia yang setiap dari generasi
banyak dari mereka masuk tarekat.[16]Tarekat
Naqsabandiyah mempunyai beberapa tata cara peribadatan, teknik spiritual dan
ritual tersendiri, antara lain adalah : Pertama, Husy dar dam , Suatu
latihan konsentrasi dimana seorang harus menjaga diri dari kehkilafan dan
kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran
Allah SWT . Kedua, Nazhar bar Qadam, “Menjaga langkah”. Seorang murid
yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala ,
melihat kearah kaki. Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Ketiga,
Safar dar wathan.” Melakukan perjalan di tanah kelahirannya”. Maknanya
melakukan perjalanan bathin dengan meninggalkan segala bentuk ketidak sempurnaannya
sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia. Keempat,
Khalwat dari anjuman, ” Sepi di tengah keramaian”. Kelima, Yad krad, ”
Ingat atau menyebut”. Berzikir terus menerus mengingat Allah, baik zikir Ism
al-Dzat (menyebut nama Allah) maupun zikir naïf Itsbat ( Menyebut La Ilaha Illa
Allah )
4.
Tarekat
Khalwatiyah.
Nama tersebut diambil dari
nama seorang sufi ulama dan pejuang Makassar yaitu Muhammad Yusuf bin Abdullah
Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-Makassary.[17]
Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari tarekat ini yang hadir bersama kita.
Keduanya dikenal dengan nama Tarekat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman.
Tarekat Khalwatiyah ini hanya menyebar dikalangan orang Makassar dan sedikit
orang bugis. Para khalifah yang diangkat terdiri dari orang Makassar sehingga
secara etnis tarekat ini dikaitkan dengan suku tersebut. Beliau yang pertama
kali menyebarkan tarekat ini ke Indonesia. Guru beliau Syaikh Abu al- Baraqah
Ayyub al-Kahlwati al-Quraisy. bergelar ” Taj al- Khalwaty” sehingga namanya
menjadi Syaikh Yusuf Taj al-Khalwaty. Al-Makassary dibaiat menjadi penganut
Tarekat Khalwatiyah di Damaskus Ada indikasi bahwa tarekat yang dijarkan
merupakan penggabungan dari beberapa tarekat yang pernah ia pelajari, walaupun
Tarekat Khalwatiyah tetap yang paling dominan. Adapun dasar ajaran Tarekat
khalwatiyah adalah : Pertama, Yaqza maksudnya kesadaran akan dirinya
sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah SWT. Yang maha Agung. Kedua,
Taubah Mohon ampun atas segala dosa. Ketiga, Muhasabah,
menghitung-hitung atao introspeksi diri. Keempat, Inabah, berhasrat
kembali kepada Allah. Kelima, Tafakkur Merenung tentang kebesaran Allah.
Keenam, I’tisam selalu bertindak sebagai Khalifah Allah di bumi. Ketujuh,
Firar Lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna. Kedelapan,
Riyadah melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya. Kesembilan,
Tasyakur, selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memujinya. Kesepuluh,
Sima’ mengkonsentrasikan seluruh anggota tubuh dan mengikuti perintah-perintah
Allah terutama pendengaran.[18]
5.
Tarekat
Syattariyah.
Pendirinya tarekat Syaikh Abd Allah al-Syathary. Jika ditelusuri
lebih awal lagi tarekat ini sesunggguhnya memiliki akar keterkaitan dengan
tradisi Transoxiana, karena silsilahnya terhubungkan kepada Abu Yazid al-Isyqi,
yang terhubungkan lagi kepada Abu yazid al- Bustami dan Imam Ja’far Shadiq.
Tidak mengherankan kemudian jika tarekat ini dikenal dengan nama Tarekat
Isyqiyyah di Iran, atau Tarekat Bistamiyah di Turki Utsmani. Sekitar abad ke
lima cukup popular di Wilayah Asia Tengah, sebelum akhirnya memudar dan
pengaruhnya digantikan oleh Tarekat Naqsabandiyah. Tarekat Syattariyah
menonjolkan aspek dzikir dalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini mencapai
tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan asketisme atau zuhud. Untuk menjalaninya
seseorang terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat akhyar
(orang yang terpilih) dan Abrar (orang yang terbaik). Ada sepuluh aturan yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat Syattariyah ini, Sebagaimana yang
di kutip dalam Ensiklopedi Islam yaitu : Tobat,
Zuhud, Tawakkal, Qanaah, Uzlah, Muraqabah, Sabar, Ridha, Dzikir dan Musyaahadah
(menyaksikan Keindahan, kebesaran dan kemuliaan AllahSWT Dzikir dalam Tarekat
Syattariyah terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu : Kesatu,
Menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, Kedua,
menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan Keindahan-Nya, Ketiga,
menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut.
6.
Tarekat
Sammaniyah.
Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i
al-samman, lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Di kalangan muridnya ia
lebih di kenal dengan nama al-Sammany atau Muhammad Samman. Beliau banyak
menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu
Bakar As-siddiq. Guru–guru beliau Muhammad Hayyat seorang muhaddits di Haramain
sebagai penganut tarekat Naqsyabandiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, seorang
penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahabiyah. Muhammad
Sulaiman Al-Qurdi, Abu Thahir Al-Qur ani, Abdul Allah Al-Basri, dan Mustafa bin
Kamal Al-Din Al-Bakri. Mustafa bin kamal Al-Din al-Bakri (Mustafa Al-Bakri)
adalah guru bidang tasauf dan tauhid dan merupakan Syaikh Tarekat Khalwatiyah
yang menetap di Madinah. Samman membuka cabang tarekat Al-Muhammadiyah. Samman
belajar tarekat Khalwatiyah, Naqshabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah. Dengan
masuk menjadi murid tarekat Qadiriyah ia dikenal dengan nama Muhammad Bin Abdul
Karim Al-Qadiri Al-Samman dalam perjalanan belajarnya itu ternyata tarekat
Naqsabandiyah juga banyak mempengaruhinya, sementara itu tarekat Syadziliyah
juga dipelajari oleh Samman sebagai Tarekat yang mewakili tradisi tasauf
Maghribi. Dari beberapa ajaran tarekat yang dipelajarinya, Samman akhirnya
meracik tarekat tersebut, termasuk memadukan tekhnik-tekhnik zikir, bacaan
bacaan, dan ajaran mistis lainnya, sehingga menjadi satu nama tarekat yaitu
tarekat Sammaniyah. Tarekat Sammaniyah ini juga berkembang di Nusantara,
menurut keterangan dari Snouck Haugronje selama tinggal di Aceh, ia menyaksikan
tarekat ini telah dipakai oleh masyarakat setempat.[19]
selain itu Tarekat ini juga banyak berkembang di daerah lain terutama di
Sulawesi selatan. Dan menurut keterangan Sri Muliyati bahwa dapat dipastikan
bahwa di daerah Sulawesi Selatanlah Tarekat Sammaniyah yang terbanyak
pengikutnya hingga kini.[20]
Ajaran-ajaran pokok yang terdapat Tarekat ini adalah :
- Tawassul, Memohon berkah kepada pihak-pihak tertentu yang dijaadikan wasilah(perantara) agar maksud bisa tercapai. Obyek tawasul tarekat ini adalah Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, asma-asma Allah, para Auliya, para ulama Fiqih, para ahli Tarekat, para ahli Makrifat, kedua orang tua
- Wahdat al-Wujud, merupakan tujuan akhir yang mau di capai oleh para sufi dalam mujahadahnya.Wahdatul wujud merupakan tahapan dimana ia menyatu dengan hakikat alam yaitu Hakikat Muhammad atau nur Muhammad
- Nur Muhammad . Nur Muhammad merupakan salah satu rahasia Allah yang kemudian diberinya maqam. Nur Muhammad adalah pangkal terbentuknya alam semesta dan dari wujudnya terbentuk segala makhluk
- Insan Kamil, dari segi syariat Wujud Insan kamil adalah Muhammad dan sedang dari segi hakekat adalah Nur Muhammad atau hakekat Muhammad, Orang Islam yang berminat menuju Tuhan sampai bertemu sampai bertemu denganya harus melewati koridor ini yaitu mengikuti jejak langkah Muhammad.
7.
Tarekat
Tijaniyah
Didirkan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani, lahir di ‘Ain
Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko. Syaikh Ahmad Tijani
diyakini sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki
banyak keramat, menurut pengakuannya, Ahmad Tijani memiliki Nasab sampai kepada
Nabi Muhammad . Silsilah dan garis nasabnya adalah Sayyid Ahmad bin Muhammad
bin Salim bin al-Idl bin salim bin Ahmad bin Ishaq bin Zain al Abidin bin Ahmad
bin Abi Thalib, dari garis sitti Fatimah al-Zahra binti Muhammad Rasulullah
SAW. Ahmad Tijani lahir dan di besarkan dalam lingkungan tradisi keluarga yang
taat beragama. Beliau memperdalam ilmu kepada para wali besar di berbagai
Negara seperti Tunis, Mesir, Makkah, Medinah, Maroko. Kunjungan itu untuk
mecari ilmu-ilmu kewalian secara lebih luas, sehingga ia berhasil mencapai
derajat kewalian yang sangat tinggi. Selanjutnya tarekat ini berkembang di
Negara Afrika seperti Sinegal, Mauritania, Guinea, Nigeria, dan Gambia, bahkan
sampai ke luar Afrika termasuk Saudi Arabia dan Indonesia.
Tarekat Tijaniah masuk ke Indonesia tidak diketahui secara pasti,
tetapi ada fenomena yang menunjukkan gerakan awal Tarekat Tijaniyah yaitu :
Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib dan adanya pengajaran Tarekat
Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah
al-Thayyib tidak diketahui secara pasti tahunnya. Menurut penjelasan GF. Pijper
dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa tentang Studi tentang Islam di
Indonesia abad 20 sebagaimana yang di kutip oleh Sri Muliyati bahwa Syaikh Ali
bin Abd Allah al-Thayyib datang pertama kali ke Indonesia, saat menyebarkan
Tarekat Tijaniyah ini di Tasikmalaya.
Berdarkan kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib ke pulau
Jawa, maka Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang ke Indonesia pada awal
abad ke 20 M. namun menurut Pijper, sebelum tahun 1928 Tarekat Tijaniyah belum
mempunyai pengikut di pulau jawa. Pijper menjelaskan bawha Cirebon merupakan
tempat pertama diketahui adanya gerakan tarekat Tijaniyah. Pada bulan Maret
1928 pemerintah Kolonial mendapat laporan bahwa ada gerakan keagamaan yang
dibawa oleh guru agama ( Kiyai) yag membawa ajaran Tarekat baru yaitu
Tijaniyah.
Dari Cirebon ini kemudian menyebar secara luas ke daerah-daerah di pulau
Jawa melalui murid-murid pesantren Buntet ini. Perkembanga tarekat ini pada
akhirnya bukan hanya dari pesantren Buntet di Cirebon tetapi juga dari luar
Cirebon. Seperti Tasikmalaya, Brebes dan Ciamis. Selanjutnya Mengenai ajaran
ajaran Tarekat ini, pada dasarnya hampir sama dengan tarekat-tarekat yang telah
berkembang sebelumnya pendekatan kepada Allah melalui Dzikir. Ajaran Tarekat
ini cukup sederhana, yaitu perlu adanya perantara wasilah) antar manusia dan
Tuhan. Perantara itu adalah dirinya sendiri dan para pengganti/wakil/naibnya.
Pengikut-pengikutnya dilarang keras mengikuti guru-guru lain yang manapun ,
bahkan ia dilarang pula untuk memohon kepada wali dimanapun selain diriya.
Secara umum amalan zikir (wirid) dalam Tarekat Tijaniyah terdiri dari tiga
unsur pokok yaitu, Istigfar, Shalawat, dan Hailalah. Inti ajaran zikir dalam
Tarekat Tijaniyah adalah sebagai upaya mengosongkan jiwa dari sifat-sifat lupa
terhadap Allah dan mengisinya secara terus menerus dengan menghadirkan jiwa
kepada Allah SWT melalui zikir terhadap zat, sifat-sifat, hukum-hukum dan
perbuatan Allah. Zikir tersebut mencakup dua bentuk, yaitu zikir bil al-Lisan
dan zikir bi al-Qalb. Adapun bentuk
amalan wirid Tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis yaitu, Wirid Wajibah dan
wirid Ikhtiyaariyah, Wirid Wajibah yakni wirid yang wajib diamalkan oleh setiap
murid Tijaniyah, tidak boleh tidak dan menjadi ukuran sah atau tidaknya
menjadi murid Tijaniyah. Wirid Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. Wirid Wajibah ini terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
menjadi murid Tijaniyah. Wirid Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. Wirid Wajibah ini terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
8.
Tarekat
Qadiriyah wa Naqsabandiyah,
Tarekat ini adalah merupakan tarekat gabungan dari tarekat
Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah
yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan suatu penggabungan dari dua
tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tarekat ini lebih merupakan
sebuah tarekat yang baru dan berdiri yang di dalamnya unsur-unsur pilihan dari
Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru.
Tarekat ini didirikan oleh OrangIndonesia Asli yaitu Ahmad Khatib Ibn
al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada pertengahan abad
kesembilan belas.[21] Bila dilihat dari perkembangannya Tarekat ini
bisa juga disebut “Tarekat Sambasiyah” Tapi Nampaknya Syaikh al-Khatib tidak
menamakan tarekatnya dengan namanya sendiri. berbeda dengan guru-gurunya yang
lain yang memberikan nama tarekatnya sesuai dengan nama pengembangnya.[22]
Sebagaimana kebiasaan ulama-ulama sebelumnya untuk memperdalam ilmu agama,
kiranya mereka berangkat ke Makkah untuk memperdalam ilmu yang mereka miliki.
Demikian pula halnya dengan Ahmad Khatib, ia berangkat ke Makkah untuk belajar
Ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf dan mencapai posisi yang sangat di hargai
diantara teman-temannya dan kemudian menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di
seluruh Indonesia. Diantara gurunya adalah Syaikh Daud bin Abd Allah bin Idris
al Fatani, Syaikh Muhammad Shalih Rays, selain itu ia juga banyak mengikuti dan
menghadiri kuliah-kuliah yang diberikan oleh Syaikh Bishry al-Jabaty, Sayyid
ahmad al-Marzuki, Sayyid abd Allah ibn Muhammad al- Mirghany.
Sebagaimana di singgung sebelumnya bahwa tarekat ini mengambil dua
nama tarekat yang telah berkembang sebelumnya yaitu Qadiriyah dan
Naqsabandiyah. Tarekat Qadariyah sendiri dibangun oleh Abd Qadir Jilai yang
mengacu pada tradisi Mazhab Iraqy yang dikembangkan oleh al-Junaid, sedangkan
Tarekat Naqsyabandiyah dibangun oleh Muhammad bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi
al-Bukhari Naqsyabandi yang didasarkan kepada tradisi al-Khurasany yang
dipelopori oleh al-Bisthami. Di samping itu keduanya juga mempunyai cara-cara yang berbeda terutama dalam menerapkan cara
dan teknik berzikir. Qadiriyah lebih mengutamakan pada penggunaan cara-cara
zikir keras dan jelas ( dzikr Jahr ), dalam menyebutkan Nafy dan Itsbath, yakni
Kalimat La Ilaaha Illa Allah. Sementara Naqsyabandiyah lebih suka
memilih dzikir dengan cara yang lembut dan samar ( Dzikr Khafy), pada pelafalan
Ism al-Dzat,Yakni Allah-Allah-Allah. Tarekat ini mengajarkan tiga syarat yang
harus dipenuhi orang yang sedang berjalan menuju Allah, yaitu zikir diam dalam
mengingat , merasa selalu diawasi oleh Allah di dalam hatinya dan pengabdian
kepada Syaikh.[23]Aturan
dzikir yang telah diformulasikan oleh Syaikh Ahmad Khatib pada Tarekat
Qadiriyah-Naqsabandiyah dalam bentuk Nafyi wa Itsbat atau dengan Ism
al-Dza, merupaka satu bentuk bimbingan praktis yang didorong dan didasari
ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga Thariqah, jalan spritualnya diformulasikan
sedemikian rupa sehingga berzikir (mengingat Allah) menjadi lebih efektif,
mudah dirasakan dan diresapkan dalam hati orang yang melakukannya, baik dalam
bentuk dzikir Jahr maupun dalam bentuk Sirr. Secara rinci Syaikh Ahmad Khatib
merumuskan cara-cara meresapi zikir kepada Allah agar sampai pada tingkat hakikat
atau kesempurnaan, yaitu Pertama, Salik hendaklah berkonsentrasi
dan membersihkan hatinya dari segala cela sehingga dalam hati dan fikirannya
tidak ada sesuatu pun selain Zat Allah, Kemudian meminta limpahan karunia dan
kasih sayangnya serta pengenalan yang sempurna melalui perantaraan Mursyid
(Syaikh). Kadua ketika mengucapkan lafal-lafal dzikir terutama Nafyi
wa Itsbat La Ilaaha Illa Allah, hendaknya salik menarik gerakan melalui
suatu trayek dibadannya, dari pusat perut sampai ke otak kepalanya. Kemudian
ditarik kearah bahu kanan dan dari sana dipukulkan dengan keras ke jantung.
Disini kepala juga ikut bergerak sesuai dengan trayek zikir. Dari bawah ke atas
ditarik kata” La ” dengan ukuran tujuh mad, kemudian kata ilaha ditarik ke bahu
kanan dengan ukuran yang sama dan akhirnya kata ” illallah ” dipukulkan ke jantung
dengan ukuran yang lebih lama sekitar tiga mad. Dan yang ketiga dengan
memusatkan zikir pada titik-titik halus (Lathaif) dalam anggota badan.
Titik-titik halus semacam Lathifah al-Qalb terletak di bawah susu kiri
berukuran dua jari. Lathifah ar-Ruh terletak di bawah susu kanan berukuran dua
jari. Lathifah as-Sirr terletak bertepatan dengan susu kiri berukuran dua jari.
Lathifah al-Khafy letaknya bertepatan dengan susu kanan berukuran dua jari.
Lathifah al-akhfa letaknya di tengah dada dan Lathifah an-Nafs letaknya dalam
dahi dan seluruh kepala. Seadangkan unsur unsur yang empat (Anashir al-Arbaah)
adalah seluruh anggota badan harus merasakan zikir dan merasakan hakikatnya.
Maka di sinilah seluruh anggota badan dituntut untuk menyempurnakan dan melengkapi
dalam membantu gerak zikir Lathaif tadi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
C.
Kesimpulan
- Berdasarkan Uraian sebelumnya dapat
difahami bahwa Tarekat
sebanarnya telah ada Sejak munculnya Islam yakni tatkala Rasulullah
SAW melakukan Takhannus atau berkhalwat di Gua Hira. Apa yang
dilakukan Rasullah ini selain untuk mencari ketenangan hati dan
kebersihan jiwa juga yang terpenting adalah mendekatkan diri kepada
Allah SWT dengan khusyu. Sebagaimana pula halnya para penganut
Tarekat pada Umumnya yang berusaha memaknai hidup ini dengan
berusaha semaksimal mungkin mendekatkan diri kepada Allah SWT
melalui Tarekat. - Banyaknya Tarekat-tarekat yang tumbuh dan
berkembang di Dunia
Islam (Dinasti-dinasti Islam di Persia atau Jazirah arab dan sekitarnya) berdampak pula dengan menyebarkan Tarekat-tarekat ini di Nusantara. Diantara Faktor yang menyebabkan cepatnya tarekat ini berkembang di Nusantara adalah karena jalur perdagangan melalui laut yang sudah lancer yang bisa menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Nusantara bahkan di Dunia, Faktor lainnya adalah adanya kesadaran Ulama-ulama Indonesia untuk mendalami ilmu agama khususnya di luar Nusantara seperti di Makkah. - Tarekat tidak bisa dibatasi dari aspek
pemaknaan saja bersadarkan
pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa Tarekat
merupakan jalan atau metode yang ditempuh untuk mendekatkan diri
sedekat mungkin dengan Allah SWT. Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa lebih spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik yang dapat mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.
Daftar pustaka
Arnold,
Thomas Walker The Preaching of islam, A History of the propagation of the
muslim faith, Lahore: Asraf Printing Press, 1979.
Al Aziz S Moh. Saifullah, risalah memahami ilmu
tasawuf,cet.I ;Surabaya ; terbit terang, 1998
Al
Barsyany, Noer Iskandar,Tasawwuf, Tarekat dan Para Sufi,Jakarta:
Grafindo, 2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
, Ensiklopedi Islam, Jild 5, Cet; IV
Jakarta : PT Ichtiar baru van hoeve, 1997
Mulyati, Sri,Mengenal dan Memahami
Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,Jakarta: Kencana, 2006
syihab ,Alwi, islam pertama dan pengaruhnya
hingga kini di Indonesia,cet; II, bandung :mizan media utama, 2002
Azyumardi Azra, Islam di Asia
Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi Azra(Peny), jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1989.
Suryanegara,
Mansur Ahmad,Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,
Cet; IV bandung: Mizan, 1998
H.M.Laili
Mansur, ajaran dan teladan para sufi,Jakarta: srigunting, 1996.
H.A
Fuad Said, Hakekat Tarekat Naqsyabandiyah, (Jakarta : Al-Husna Zikra,
1996)hlm 23.
Azyumard
Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia,
Bandung:Mizan, 1998
Hamid,
Abu, Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, Ujung
Pandang, Disertasi Ph.D Universitas Hasanuddin, 1990
C.Snouck
Hurgronje, Aceh : Rakyat dan Adat Istiadatnya , Jakarta : INIS, 1997
Van
Bruinessen, Martin, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan
Cet:IV,1996.
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum
Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat
Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,Bandung, Pustaka Hidayah, Cet: I,
2002.
[1] Thomas
Walker Arnold, The Preaching of islam, A History of the propagation of the
muslim faith (Lahore: Asraf Printing Press, 1979), 364
[2] Moh. Saifullah Al Aziz S, risalah
memahami ilmu tasawuf,(cet.I ;Surabaya ; terbit terang, 1998) h.10
[4]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
, Ensiklopedi Islam, Jild 5, (Cet; IV Jakarta : PT Ichtiar
baru van hoeve, 1997), h.66
[5] Sri Mulyati,Mengenal dan Memahami
Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2006) hal. 8
[6] Ibid, hal. 70
[7] Alwi syihab, islam pertama
dan pengaruhnya hingga kini di Indonesia,(cet; II, bandung :mizan media
utama, 2002),hal.12
[8] Azyumardi Azra, Islam di Asia
Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi
Azra(Peny), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 1989.hlm XIV
Azra(Peny), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 1989.hlm XIV
[9] Mansur Ahmad Suryanegara,Menemukan
Sejarah Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,( Cet; IV bandung: Mizan,
1998)hal. 157
[11] Ibid, hal. 65
[12] H.M.Laili Mansur, ajaran dan
teladan para sufi,(Jakarta: srigunting, 1996)h.204
[13] Dewan redaksi ensiklopedia
islam, op. cit.h8
[16] Sri Mulyati, op.cit.
h.95
[17] Azyumard Azra, Jaringan Ulama Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar Pembaruan
Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung:Mizan, 1998)hlm 212
[18] Abu Hamid, Syeikh Yusuf Tajul
Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, (Ujung Pandang, Disertasi Ph.D
Universitas Hasanuddin, 1990), hlm 181
[20] Sri mulyaty, op. cit.h.214
[21]
Martin Van Bruinessen,
Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan Cet:IV,1996), hlm 89
[22] Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum
Tarekat: Telaah Historis Gerakan Politik Antikolonialisme Tarekat
Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,(Bandung, Pustaka Hidayah, Cet: I,
2002), h 49
gan ana mw copi giman caranya
BalasHapussorry bang aku baru baca coment abang, lain kali bilang aja yg mau di copy
BalasHapus