Oleh Yuliana Jamaluddin
A.
Teks Hadis dan Terjemahannya
حدثنا
أبو اليمان أخبرنا شعيب عن الزهري حدثنا أبو سلمة بن عبد الرحمن أن أبا هريرة رضي
الله عنه قال : قبل رسول الله صلى الله عليه و سلم الحسن بن علي وعنده
الأقرع بن حابس التميمي جالسا فقال الأقرع إن لي عشرة من الولد ما
قبلت منهم أحدا فنظر إليه رسول الله صلى الله عليه و سلم ثم قال (
من لا يرحم لا يرحم )[1]
“Abu> al-Yama>n telah menceritakan
kepada kami, Syu’aib telah mengabarkan kepada kami dari al-Zuhri>, Abu>
Salamah bin Abdu al-Rah}man telah menceritakan kepada kami bahwasanya Abu>
Hurairah ra. berkata, “Nabi mencium cucunya H{asan bin ‘Ali> ketika al-Aqra’
bin H{a>bis duduk di sisinya.” Al-Aqra’ berkata, “Saya mempunyai sepuluh
anak, tetapi tidak ada satu pun yang pernah saya cium.” Beliau menoleh ke arah
al-Aqra’ seraya bersabda, ”Barangsiapa yang tidak mengasihi ia tidak dikasihi.”
B.
Syarah Mufradat
1.
قبل
Kata ini berarti mencium.[2] Kata
dasarnya terdiri dari 3 huruf yaitu qaf-ba-lam yang berarti muwa>jahatu
al-syai' li al-syai' atau sesuatu
yang saling berhadapan.[3]
Dari kata dasar ini pulalah lahir kata qiblatun yang berarti arah tempat
kita menghadap.
2.
نظر
Makna dasar kata ini adalah
ta'ammul al-syai' wa mu’a>yanatuhu> atau menyaksikan sesuatu sembari
memikirkannya, atau bisa diartikan melihat disertai dengan proses mengamati dan
memperhatikan.[4]
3.
جالسا
Kata di atas berposisi sebagai
h}a>lun (menerangkan keadaan), maka ia mansub. Kata tersebut berasal dari
kata jalasa yang berarti naik pada sesuatu[5]
atau lebih dikenal dengan arti duduk[6].
Namun, dalam bahasa arab ada juga kata lain yang berarti duduk, yaitu qa’ada.
Adapun perbedaan di antara keduanya adalah kata jalasa adalah perpindahan dari tempat
yang rendah ke tempat yang tinggi,
sedangkan qa’ada adalah perpindahan dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah, maksudnya kata jalasa ditujukan untuk menyuruh duduk orang
yang sebelumnya dalam keadaan tidur atau berbaring, sedangkan qa’ada
ditujukan kepada orang yang posisinya berdiri.[7]
4.
عشرة
Akar katanya adalah terdiri dari
tiga huruf, yaitu ‘ain, syin, dan ra yang berarti bilangan puluhan. ‘asyaratun
untuk muzakkar dan ‘asyrun untuk muannas.[8] Dalam
Maqa>yis al-Lug}ah, selain berarti bilangan tertentu, kata ini juga memiliki makna dasar yang lain,
yaitu pergaulan dan percampuran. Oleh karena itu dalam al-Quran ada kata
‘asyi>rah yang berarti kerabat atau keluarga contohnya pada QS. Al-Taubah
ayat 24, dan juga ada kata ma’syar yang berarti jamaah, golongan, seperti pada
QS. al-an’am ayat 130.
5.
أحدا
Kata ini sebenarnya merupakan
cabang akar kata waha}da yang artinya apa-apa yang menyendiri atau bisa
diartikan satu.[9] Dikenal pula kata
wa>hid yang berarti satu. Dua kata tersebut berbeda meskipun sama-sama
berarti satu. Kata wa>hid yang berarti satu dan memungkinkan adanya dua,
tiga, dan seterusnya, sedangkan kata ah}ad tidak. Selain itu kata wa>h}id
bisa dimasuki.[10]
6.
ولد
Kata
tersebut bisa diartikan anak ataupun keturunan.[11]
7. يرحم
Kata
tersebut adalah bentuk mudhari dari kata rah}ima yang berarti al-riqqah,
al-‘atfu, dan al-ra'fah yang kesemuanya berarti belas kasih.
C.
Asba>b al-Wuru>d
Adapun saba>b al-wuru>d hadis tersebut ada pada hadis
itu sendiri, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Bukhari, Muslim, dan Ahmad, yang diriwayatkan oleh Abu>
Hurairah yaitu al-Aqra’ bin H{abis al-Tam>mi> melihat Nabi mencium
cucunya, yaitu H{asan bin ‘Ali>. Kemudian al-Aqra menyatakan bahwa ia
memiliki sepuluh orang anak, tetapi ia tidak pernah seklipun mencium
anak-anaknya. Pernyataan al-Aqra’ itulah yang kemudian menjadi sebab adanya
hadis nabi yang berbunyi “ barangsiapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak
akan disayangi.”
D.
Syarah Kalimat
1.
قبل رسول الله صلى الله عليه
و سلم الحسن بن علي
Rasulullah saw mencium al-H{asan bin ‘Ali>
Hasan bin ‘Ali> adalah cucu Rasulullah saw. Rasulullah
saw mencium cucunya sebagai salah satu bentuk kasih sayangnya terhadap cucunya.
Dalam hadis lain juga dijelaskan bahwa Rasulullah suka mencium putra-putrinya.
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب
قالا حدثنا أبو أسامة وابن نمير عن هشام عن أبيه عن عائشة قالت قدم ناس من الأعراب
على رسول الله صلى الله عليه و سلم فقالوا أتقبلون صبيانكم ؟ فقال نعم فقالوا لكنا والله ما نقبل : فقال رسول
الله صلى الله عليه و سلم وأملك إن كان الله نزع منكم الرحمة وقال ابن نمير من
قلبك الرحمة[12]
“Diriwayatkan dari ‘Aisya>h
ra, dia berkata, “Beberapa orang badui datang menemui Rasulullah saw, mereka
bertanya, “Apakah Anda suka mencium putra-putri Anda? Beliau menjawab, “Ya.
Lalu mereka berkata, “Tetapi kami, demi Allah tidak pernah melakukannya. Beliau
bersabda, Celakalah kalian! Jika sampai Allah mencabut rasa kasih saying dari
hati kalian.
Mencium seorang anak atau anggota keluarga lain yang
termasuk dalam kategori al-mah}a>rim atau orang-orang yang haram dinikahi
adalah sebuah hal yang diridai oleh Allah untuk menunjukkan rasa kasih sayang,
bukan karena dorongan hawa nafsu. Dibolehkan mencium seluruh tubuh dari seorang
anak kecil. Adapun masalah mencium anak yang telah dewasa dan anggota keluarga
yang lain, para ulama memberikan keringanan, seperti saat baru kembali dari
bepergian jauh, maka boleh menciumnya, sekali lagi ditekankan sebagai bukti
kasih sayang, bukan dorongan kesenangan pribadi dan hawa nafsu.
2.
وعنده
الأقرع بن حابس التميمي جالسا
Dan
al-Aqra’ bin H{abis al-Tami>mi> duduk di sisinya.
Al-Aqra’ bin H{abis al-Tami>mi> adalah seorang
muallaf yang telah baik Islamnya. Dia adalah utusan bani Tamim yang datang
kepada Rasulullah saw setelah Fath}u Makkah, dan termasuk orang-orang yang
terkemuka di kalangan masyarakat jahiliyah dan masyarakat Islam. Salah satu
buktinya adalah ketika ‘Abdulla>h bin ‘A>mir mengamanahkannya sebagai
tentara persiapan ke daeah Khurasan.[13]
3.
إن
لي عشرة من الولد ما قبلت منهم أحدا
Saya mempunyai sepuluh anak,
tetapi tidak ada satu pun yang pernah saya cium.
Pernyataan di atas dikeluarkan oleh al-Aqra’ bin H{abis
al-Tami>mi>, sebagai respon atas kejadian yang dia saksikan, yaitu ketika
beliau mencium Hasan bin ‘Ali>. Boleh jadi al-Aqra’ bin H{abis merasa heran
dengan sikap Nabi, karena ia sama sekali tak pernah melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Nabi.
Kata ma> qabbaltu minhum ah}adan di atas, menunjukkan
bahwa al-Aqra’ tidak pernah mencium salah seorang pun di antara pun putra-putrinya,
baik yang masih kecil ataupun yang sudah dewasa.[14]
4.
فنظر إليه رسول الله صلى الله
عليه و سلم ثم قال ( من لا يرحم لا يرحم )
Maka
Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda: Barangsiapa yang tidak mengasihi ia
tidak dikasihi.
Rasulullah saw menoleh karena terkejut atau bahkan marah
dengan pernyataan al-Aqra’, lalu kemudian beliau bersabda: man la>
yarh}am la> yurh}am.
Susunan kalimat di atas terdiri dari satu kata pokok yang
sama yaitu rah}ima-yarh{amu, yang pada frase pertama berbentuk ma’lum,
sedangkan pada frase kedua berbentuk majhul, dan baris akhir kedua frase tersebut
adalah bisa marfu untuk menunjukkan huruf ma>n adalah mausu>lah, dan bisa
pula majzu>m untuk menjadikannya susunan kalimat syart}iyyah.[15] .
Di bawah ini dijelaskan beberapa pandangan ulama mengenai hal tersebut.
1.
Al-H{afiz\ bin H{ajar mengatakan bahwa kedua frase tersebut
adalah menunjukkan khabar atau sekedar kalimat berita atau pernyataan, sehingga
keduanya dibaca rafa, yaitu man la> yarh}amu la> yurh}amu. Dan
Iyad berkata bahwa kabar tersebut menunjukkan keumuman lafaznya, meskipun sabab
al-wuru>dnya adalah spesifik.
2.
Abu> al-Baqa> mengatakan bahwa huruf man yang ada
pada kalimat tersebut adalah man penghubung dan susunan kalimatnya menunjukkan
syarat, bahwa siapa yang ingin disayangi, maka syaratnya adalah orang itu harus
menyayangi terlebih dahulu. Maka keduanya majzu>m, yaitu man la>
yarh}am la> yurh}am.
3.
Al-T{ayyibi>
Dijelaskan bahwa kalimat tersebut
bisa marfu>’ dan majzu>m, karena huruf man pada kalimat tersebut
bisa berfungsi sebagai mausulah ataupun syurt}iyyah. Dan penggunaan kata yarh}am
pada awal kalimat tersebut bertujuan untuk menyamakan dan menyepadankannya
dengan kata yurh}am, karena makna sebenarnya adalah barangsiapa yang
tidak menyayangi anak-anak, maka ia tidak akan disayangi oleh Allah.
E.
Hikmah-Hikmah
Adapun hikmah yang dapat dipetik
dari hadis tersebut antara lain:
1.
Orang yang tidak mengasihi orang lain, tidak akan dikasihi
oleh Allah.
2.
Rasulullah saw adalah orang yang sangat penyayang.
3.
Setiap orang harus siap menerima konsekuensi dari
perbuatannya sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Rasulullah
saw merupakan orang yang sangat penyayang kepada semua orang, terutama kepada
anak kecil. Kasih sayang yang dilimpahkan kepada seorang anak akan memberikan
dampak positif bagi perkembangan seorang anak.
Sebagai
salah satu wujud rasa syukur manusia atas kasih sayang Allah swt adalah dengan
mengasihi sesama makhluk Allah.
Orang
yang telah hilang rasa kasih sayang dalam dirinya adalah orang yang celaka.
Oleh karena itu, kasih sayang harus senantiasa dijaga dan dipupuk dalam diri
manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
A<ba>di>, Abu al-Tayyib Muh}ammad Syamsu
al-H{aq al-‘Az}i>m.’Aunul
Ma’bu>d Syarh}u Sunan Abi> Da>wud, juz XIV. Cet. II; Beirut: Da>r al-Kutub
al-Isla>miyyah, 1415 H.
‘Abdu al-Rah}ma>n, Abu>
al-‘Ala> Muh}ammad. Tuhfatu al-Ahwaz\i>, juz IV. Kairo: Syirkatu
al-Quds li al-Nasyri wa al-Tauz\i>’, 2009.
Al-Ja’fi>, Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu>
‘Abdilla>h al-Bukha>ri>. S}ah}i>h al-Bukha>ri>, juz V.
Cet. III; Beirut: Da>r Ibnu Kas\i>r, 1987.
Al-Mis}ri>, Muh}ammad bin
Mukrim bin Manz}u>r al-Afri>qi>. Lisa>n al-‘Arab, juz IV. Beirut: Da>r S{adir, t.th.
Al-Ni>sabu>ri>, Muslim
bin al-H}ajjaj> Abu> al-H}usain al-Qusyairi>. S}ah}i>h Muslim, juz IV. Beirut: Da>r Ihya>i al-Tura>s\
al-‘Arabi>, t.th.
Al-Qa>ri>', Al-Mala> ‘Ali. Marqa>tu
al-Mafa>ti>h Syarh}u Misyka>ti al-Mas}a>bi>hi, Juz VIII. Cet. I; Beirut: Da>r al-Fikr, 1992.
Al-‘Askari>, Abu> Hila>l. al-Furu>q
al-Lug}awiyah, juz I.
Baalbak, Rohi. Al-Maurid a Modern
Arabic-English Dictionary. Cet. VII, Beirut: Da>r al-‘Ilmi lil
Mala>yi>n, 1995.
Bisri, Adib dan Munawwir AF. Kamus al-Bisri. Cet. I;
Surabaya: Pustaka Progressif, 1999.
Ibnu Zakariyya>, Abu> al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris. Maqa>yis al-Lug}ah, juz I dan juz V. t.t:
Ittih}a>d al-Kita>b al-‘Arab, 2002.
[1]Muh}ammad
bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdilla>h al-Bukha>ri> al-Ja’fi>,
S}ah}i>h al-Bukha>ri>, Juz V (Cet. III; Beirut: Da>r Ibnu
Kas\i>r, 1987), h. 2235.
[2]Adib
Bisri dan Munawwir AF, Kamus al-Bisri (Cet.; Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), h.
583.
[3]Abu>
al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, Maqa>yis al-Lug}ah,
Juz V (t.t.: Ittih}ad al-kita>b al-‘Arab, 2002), h. 42.
[4]Ibid.,
h. 356.
[5] Abu>
al-H}usain Ah}mad bin Fa>ris bin Zakariyya>, Op. Cit., Juz I, h.
421.
[6] Adib
Bisri dan Munawwir AF, Op. Cit., h. 79.
[7]Abu>
Hila>l al-‘Askari>, al-Furu>q al-Lug}awiyah, Juz I (t.d.), h.
164.
[8]Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r
al-Afri>qi> al-Mis}ri>, Lisa>n al-‘Arab, Juz IV ( Beirut: Da>r
S{adir), h. 568.
[10]Abu>
Hila>l al-‘Askari>, al-Furu>q al-Lug}awiyah, Juz I (t.d.), h.
565-566.
[11]Rohi Baalbaki, Al-Maurid a Modern
Arabic-English Dictionary ( Cet.
VII, Beirut: Da>r al-‘Ilmi lil Mala>yi>n, 1995), h. 1247.
[12] Muslim bin al-H}ajjaj> Abu>
al-H}usain al-Qusyairi> al-Ni>sabu>ri>, S}ah}i>h Muslim, Juz
IV (Beirut: Da>r Ihya>i al-Tura>s\ al-‘Arabi>, t.th.), h. 1808.
[13] Al-Mala> ‘Ala> al-Qa>ri', Marqa>tu
al-Mafa>ti>h Syarh}u Misyka>ti al-Mas}a>bi>hi, Juz VIII
(Cet. I, Beirut: Da>r al-Fikr, 1992), h. 459.
[14] Abu> al-‘Ala> Muh}ammad ‘Abdu
al-Rah}ma>n bin ‘Abdi al-Rahi>m, Tuhfatu al-Ahwaz\i>, Juz IV
(Kairo: Syirkatu al-Quds li al-Nasyri wa al-Tauz\i>’, 2009), h. 531.
[15]Muh}ammad Syamsu al-H{aq al-‘Az}i>m
A<ba>di> Abu> al-T{ayyib, ‘Aunul Ma’bu>d Syarh}u Sunan
Abi> Da>wud, Juz 14 (Cet. II; Beirut: Da>r al-Kutub
al-Isla>miyyah, 1415 H), h.
87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar