Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selasa, 03 Juli 2012

empat puluh perbuatan terpuji


oleh; muhammad irfan
PEMBAHASAN
A.       TEKS HADIS
عن بن عمرو رضي الله عنهما يقول قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: أربعون خصلة أعلاها منيحة العنز ما من عامل يعمل بخصلة منها رجاء ثوابها وتصديق موعودها إلا أدخله الله بها الجنة.[1]   
Artinya : Dari ‘ibnu ‘Umar berkata bahwa Nabi Muhammad saw.bersabda: ada empat puluh perbuatan terpuji, yang utama ialah mendermakan seekor kambing untuk diperah susunya, siapa melakukan salah satu diantaranya hanya demi mengharap pahala dan membenarkan apa yang dijanjikannya, niscaya Allah akan memasukkan ia kedalam syurga.[2]

Untuk hadis ini, penulis tidak menemukan sabab al-wurudnya baik dalam teks hadis hadis maupun dari luar matan hadis.
B.       MAKNA MUFRADAT
1.      اربعون
Kata ini adalah bentuk yang disamakan dengan jama‘ muz\akkar sa>lim karena bentuknya sama, baik ketika dihukumi marfu>‘ (seperti pada potongan hadis diatas), mansu>b maupun majru>r  tapi ia tidak memiliki bentuk tunggal,[3] kata ini seakar dengan kata arba‘, kata arba‘ sendiri berasal dari akar kata raba‘a memiliki tiga makna dasar yaitu menunjukkan angka empat, al-iqa>mah yang artinya mendirikan atau menegakkan dan al-isya>lah wa al-raf‘u yang artinya menaikkan dan mengangkat, tapi untuk potongan hadis ini, penulis memilih makna yang pertama yaitu menunjukkan angka empat lalu arba‘u>na diartikan empat puluh karena penulis tidak menemukan arti lain dari kata arba‘u>na baik dari terjemahan al-Qur’an[4] maupun dari percakapan sehari-hari.
2.      خصلة
Kata khas}lah berasal dari kata khasa}la yang bermakna al-qat}‘u wa al-qit}‘ah min al-syai>’ [5]yang berarti memotong atau potongan dari sesuatu sehingga khas}lah di artikan bagian, potongan, macam , dan jenis.
3.      أعلى
’A‘la> berasal dari kata‘ala> yang bermakna al-samuwwu[6] yang berarti tinggi, sedangkan kata a‘la> adalah isim tafd}i>l sehingga diartikan yang paling tinggi.
4.      منيحة
Mani>h}ah adalah kata yang berasal dari kata manah}a yang memiliki makna ‘at}iyyah yang artinya memberi.[7]
5.      العنز
Al-Anz adalah kata yang berasal dari kata ‘Anaza yang memiliki dua makna dasar, makna pertama yaitu ta‘azzul yang artinya menyingkir dan makna kedua adalah jenis dari hewan[8] yaitu kambing betina.[9]
6.      عامل dan يعمل
Kedua kata ini berasal dari kata ‘amila yang berarti melakukan perbuatan, ada juga kata fa‘ala yang mutara>dif dengan kata ini, tapi menurut penulis kata ‘amila lebih bersifat khusus terhadap perbuatan yang sudah diatur dengan  ketentuan-ketentuan dan objeknya jelas, sedangkan kata fa‘ala lebih mengumum, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan tanpa ada ketentuan yang bersifat mengikat.
7.      رجاء
Raja>’a adalah bentuk masdar dari kata raja> yang bermakna al-’amal yang artinya mengharapkan, kata raja>’ juga diartikan takut seperti pada al-Qur’an surah Nu>h ayat 13.
8.      ثوابها
Kata ini berasal dari kata s\awaba yang memiliki makna raja‘a ba’da z}iha>bihi yang berarti kembali setelah ia pergi, dari kata ini muncul kata al-s\au>b yang berarti pakaian, dinamakan pakaian karena seringnya dilepaskan dan setelah dilepaskan ia kembali digunakan seperti semula,[10] dan muncul juga al-mas\a>bah seperti dalam Al-Qur’an yang berbunyi wa iz\ ja‘alna> al-baita mas\a>bah[11] yang berarti tempat berkumpul karena ka‘bah merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh banyak orang sehingga dalam kata tersebut diartikan tempat berkumpul, sedangkan kata al-s\awa>b sendiri diartikan pahala atau balasan karena pemberian pahala seakan-akan perbuatan atau usahanya dikembalikan kepada orang yang melakukan.
9.      تصديق
Tas}di>q adalah isim masdar yang  berasal dari kata s}addaqa, dan s}addaqa adalah bentuk mazi>d dari kata s}adaqa yang bermakna quwwah fi> al-syai>’ qau>lan au gairuh yang artinya kuat dalam sesuatu, baik dalam perkata atau selainnya,[12] sehingga kemudian kata s}adaqa diartikan benar, sesuai dan berkata benar,[13] karena kebenarannya mempunyai kekuatan untuk memberikan pengaruh diterimahnya apa yang dikatakan atau diperbuat. Dari kata ini lahir kata al-s}adaqah  yang biasa diartikan sedekah atau pemberian karena dengan pemberian itu orang yang bersedekah atau atau orang yang memberi membuktikan atau menguatkan dirinya bahwa ia adalah orang beriman. Kemudian kata tas}di>q sendiri diartikan membenarkan karena ada tad}}‘i>f pada ‘ain fi‘ilnya (tambahan huruf yang sama di pertengahan kata) pada fi‘il ma>d}inya yang berpengaruh ta‘diyah (butuh objek),[14] sehingga tas}di>q diartikan membenarkan.
10.  موعودها
Kata mau>‘u>d ini berasal dari kata wa‘ada yang bermakna tarjiyyah bi qau>l yang artinya memberi harapan akan terlaksananya dengan perkataan atau yang disebut dengan janji, baik itu untuk hal yang baik ataupun untuk hal yang buruk[15] dan kata mau>‘u>d sendiri diartkan yang dijanjikan karena bentuknya adalah isim maf‘u>l atau kata objek.

11.  أدخل
Adkhala adalah kalimah fi‘il s\ula>s\i mazi>d yang fi‘il s\ula>s\i mujarrad adalah dakhala yang bermakna al-wulu>j[16] yang artinya masuk, tapi karena terdapat tambahan hamzah al-Qat‘i yang memberi pengaruh ta‘diyah,[17] maka ia diartikan memasukkan.
12.  الجنة
Kata ini berasal dari kata janana yang bermakna satara yang bermakna menutup,[18] yang kemudian kata al-jannah  diartikan syurga karena syurga adalah tempat yang tertutup, dari kata ini lahir pula kata junu>n yang berarti gila, jani>n yang berarti kandungan, jin atau Jinnah yang berarti bangsa jin dan junnah yang berarti penghalang seperti pada hadis al-s}au>mu junnah.[19]
C.      SYARAH KALIMAT DAN PANDANGAN ULAMA
1.       أربعون خصلة أعلاها منيحة العنز
Awal hadis ini memberikan informasi bahwa ada empat puluh perkara, hanya saja belum ada keterangan tentang keempat puluh itu, apakah berupa amalan baik atau justru sebaliknya akan tetapi bila melanjutkan membaca dan menganalisa pada lanjutan potongan hadis diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang di maksud adalah perbuatan baik karena ditemukan akan adanya balasan syurga bila dikerjakan, dan juga ditemukan dalam riwayat Ah}mad Bin Hanbal yang secara langsung menggunakan kata h}asanah/ kebaikan.[20]
Meskipun pada hadis ini dikatakan bahwa ada empat puluh perbuatan baik, akan tetapi pada hadis ini hanya ada satu poin yang disebutkan sehingga muncul pertanyaan “dimanakah ketiga puluh sembilan lainnya dan mengapa tidak disebutkan”? Inilah yang kemudian menarik perhatian ulama dan memancing untuk mencari yang lainnya atau paling tidak memberikan komentar terhadap hadis ini, salah satu ulama yang pernah mencoba mencarinya ialah H{assa>n dan dalam pencariannya ia mengungkapkan bahwa yang ia temukan tidak sampai angka lima belas, diantara yang ditemukan ialah menghilangkan gangguan di jalan, menjawab salam, memuji Allah ketika bersin, dan lain-lain.[21]Bukan hanya H{assa>n saja yang pernah menghitungnya, tapi ulama di masa Ibnu Bat}t}al juga melakukannya dan mereka menemukan lebih dari empat puluh.[22]Sehingga penulis berpendapat bahwa angka empat puluh yang disebutkan karena kesemuanya adalah amalan-amalan yang mudah, tapi pada umumnya sering dianggap remeh dan dilalaikan padahal memiliki keutamaan yang besar.
Mani>h}ah al-anz sendiri dapat diartikan memberikan seekor kambing, dari ungkapan ini penulis bisa mengambil beberapa kesimpulan yang bisa diambil, diantara yang dimaksud hadis ini ialah memberikan seekor kambing dengan pemberian permanen yang biasa disebut dengan konsep atiyah atau dengan konsep hibah, dengan alasan mencoba kembali kepada makna dasar dari kata mani>h}ah yang bermakna atiyah, atau merujuk kepada kitab Sah}i>h} al-Bukha>ri> yang menempatkan hadis ini pada bab hibah, tapi setelah membuka kitab syarah hadis, penulis menemukan bahwa yang dimaksud dalam hadis tersebut tidak sama dengan kedua konsep tersebut karena yang dimaksud mani>h}ah al-‘anz tersebut adalah memberikan kambing betina kepada orang lain untuk kemudian ia ambil susunya, setelah diambil maka kambingnya dikembalikan kepada yang punya kambing tadi,[23] ini juga sejalan dengan makna al-‘anz yaitu kambing betina yang identik dengan pemerahan susu. Lalu pertanyaan mengapa tidak disebutkan keempat puluh poin itu, dijawab oleh ulama bahwa bukannya Nabi tidak tahu selebihnya akan tetapi jika poin-poinnya disebutkan maka dikhawatirkan umat islam akan terpaku dan terlena dengan amalan-amalan itu sehingga melupakan perbuatan baik yang lain padahal masih banyak perbuatan baik yang lain[24] dan disebutkannya mani>h}ah al-‘anz agar tidak menyepelekan perbuatan baik yang terkadang dianggap remeh.
2.      ما من عامل يعمل بخصلة منها
Penggalan hadis ini mengintruksikan agar perbuatan-perbuatan baik itu tidak hanya diketahui sebatas teori saja tetapi juga untuk dikerjakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau aturan dengan tanpa merugikan dan meresahkan orang lain.
3.      رجاء ثوابها
Penggalan hadis ini dikenal dengan istilah maf‘u>l li ajlih atau alasan, ini menunjukkan bahwa pahala adalah hal yang dijadikan alasan melakukan perbuatan-perbuatan baik itu, bukan dengan alasan yang lain yang kadang melenceng dari ajaran agama seperti orang yang melakukan kebaikan karena riya atau hal lain yang tidak dibolehkan agama.
4.      وتصديق موعودها
Penggalan hadis diartikan “membenarkan atau percaya pada apa yang dijanjikan”, ini erat kaitannya dengan keyakinan atau keimanan orang yang melakukan kebaikan, sehingga bisa dikatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan baik tapi tidak didasari dengan iman akan sia-sia dan tidak diperhitungkan. dengan demikian maka dapat dipahami bahwa amal saleh harus dibareng dan selalu disertai dengan iman dan keikhlasan begitupun sebaliknya, orang yang mengaku beriman maka ia harus membuktikan keimanannya dengan banyak melakukan perbuatan baik atau amal saleh.
5.      إلا أدخله الله بها الجنة
Penggalan hadis ini diartikan “maka Allah memasukkan orang yang melakukan kebaikan kedalam syurga”, ini merupakan pelengkap dari penggalan hadis sebelumnya yang menjelaskan bahwa orang yang melakukan kebaikan yang disertai dengan keikhlasan dan iman maka akan diberi balasan syurga oleh Allah sebagai rahmat darinya.[25]
D.     HIKMAH HADIS
Ø  Hendaknya seanantiasa melakukan kebaikan.
Ø  Mulai melakukan kebaikan dari yang mudah/kecil terlebih dahulu.
Ø  Jangan terlena dan terpaku dan terlena dengan suatu amalan sehingga melupakan yang lain.
Ø  Hendaklah kita bersifat kritis, dengan artian selalu ingin menambah ilmu pengetahuan.
Ø  Mengamalkan apa yang telah diketahui.
Ø  Memperbaiki tujuan ketika melakukan sesuatu.
Ø  Hasil yang diterima harus disadari bahwa semuanya atas kehendak tuhan.
Ø  Siapa yang berbuat akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Ø  Allah adalah tuhan yang maha pemurah.










DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Aini, Badr al-Din >, ‘Umdah al-Qa>ri’ juz 20. CD – ROM Maktabah Al-Sya>milah.
Al-Afri>qi, Muh{ammad Ibn Mukarram Ibn Manz{u>r. Lisa>n al-‘Arabi, juz I. Cet II; Beirut: Da>r S}a>dir, t. th.
Al-Ans}a>ri ’Abu> Muhammad Abdullah Jamaluddin Ibn Yusuf, Au>d}ah} al-Masa>lik ila> Alfiyah Ibn Ma>lik, Juz I. Cet. V; Beirut: Da>r al-Ji>l, 1979.
Al-Istirba>z\i Rad}i al-Din, Syarh} al-Rad}i> ‘ala> al-Ka>fiyah, Juz I. CD – ROM Maktabah al-Sya>milah.
Al-Mana>wi, ‘Abd al-Rau>f, Faid} al-Qadi>r, juz 1. Mesir: al-Maktabah al-Taja>riyah, 1359 H.
Al-Nawawi ’Abu> Zakaria Yah{ya> Ibn Syaraf, Riya>d{ al-S}a>lih{i>n. diterj. oleh Abdul Rosyad Shiddiq. Jakarta: Kramat Jati, 2009.
Al-Nawawi ’Abu> Zakaria Yah{ya> Ibn Syaraf, Riya>d{ al-S}a>lih{i>n. Semarang: Toha Putra, t. th.
Al-Qur’an.
Al-S}iddi>qi, Muh{ammad Ibn ‘Illa>n >. Dali>l al-Fa>lih}i>n juz 1.Cet. I; Kairo: Da>r al-H{{adi>s\, 1998 M/1419 H.
Al-Turmi>z}i, Muh{ammad Ibn ‘I<sa. Sunan al-Turmiz}i, juz 4.Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi, t. th.
‘Abd al-Rah{i>m, ’Ah{mad. Naz}m al-Maqs}u>d .Surabaya: Da>r al-Ami>n, t. th.
’Abu> al-T{ayyib, Muh}ammad Syams al-Di>n. ‘Au>n al-Ma‘bu>d, juz 5. Cet. II; Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415 H.
Ahmad Ibn FarisAbu al-husain, ,Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah. Beirut: Da>r al-fikr,1979.
Bat}t}a>l, Ibnu. Syarh} al-Bukha>ri>  juz 13. CD – ROM Maktabah Al-Sya>milah.
Ibn H{anbal, ’Ah}mad Ibn Muh}ammad. Musnad ’Ah}mad Ibn H{anbal, juz 2.Cet. I ;Beirut: ‘A<lim al-Kutub, 1998 M.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir. Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Terjemahan al-Qur’an.




[1]’Abu> Zakaria Yah{ya> Ibn Syaraf al-Nawawi>, Riya>d}} al-S}a>lih}i>n,(Semarang: Toha Putra, t. th), hal. 40.
[2] ’Abu> Zakaria Yah{ya> Ibn Syaraf al-Nawawi>. Diterj.  oleh abdul Rosyad Shiddiq (Jakarta: Kramat Jati, 2009), hal. 65. 
[3] Lihat: ’Abu> Muhammad Abdullah Jamaluddin Ibn Yusuf al-Ans}a>ri, Au>d}ah} al-Masa>lik ila> Alfiyah Ibn Ma>lik, Juz I (Cet. V; Beirut: Da>r al-Ji>l, 1979), hal. 59. Lihat juga: Rad}i al-Din al-Istirba>z\i, Syarh} al-Rad}i> ‘ala> al-Ka>fiyah,Juz I, hal. 94.
[4] Lihat terjemahan al-Qur’an pada surah al-Baqarah:51, al-Ma>idah:26, al-A‘raf:142, al-Ah}qa>f:15.
[5] Abu al-husain, Ahmad Ibn Faris,Mu’jam Maqa>yi>s al-Lugah, juz 2 (Beirut: Da>r al-fikr,1979), hal. 187.
[6]Ibid., juz 4 hal. 112
[7] Ibid.,,juz 5, hal. 278.
[8] Ibid., juz 4, hal. 154
[9] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Cet. XIV; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 977.
[10] Muh{ammad Ibn Mukarram Ibn Manz{u>r al-Afri>qi, Lisa>n al-‘Arabi, juz I ( cet II; Beirut: Da>r S}a>dir, t. th.), hal. 241. Lihat juga: Abu al-husain, ahmad ibn faris, op. cit ., juz I, hal. 139.
[11] Q. S. Al-Baqarah: 125.
[12]  Abu al-husain, ahmad ibn faris, op. cit. juz 3, hal. 339.
[13] Ahmad Warson Munawwir, op. cit. hal. 770.
[14] ’Ah{mad ‘Abd al-Rah{i>m, Naz}m al-Maqs}u>d (Surabaya: Da>r al-Ami>n, t. th.), hal. 6.
[15] Abu al-husain, ahmad ibn faris, op. cit., juz 6, hal. 125.
[16] Ibid. Juz 2, hal 335.
[17] ’Ah{mad ‘Abd al-Rah{i>m, loc. cit.
[18] Muh{ammad Ibn Mukarram Ibn Manz{u>r al-Afri>qi, op. cit., juz 13 hal. 92
[19] Untuk hadis yang lengkap, lihat: Muh{ammad Ibn ‘I<sa> al-Turmi>z}i, Sunan al-Turmiz}i, juz 4(Beirut: Da>r Ih{ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi, t. th.), hal 5.
[20] ’Ah}mad Ibn Muh}ammad Ibn H{anbal, Musnad ’Ah}mad Ibn H{anbal, juz 2(Cet. I ;Beirut: ‘A<lim al-Kutub, 1998 M.), hal. 194.
[21] Ibnu Bat}t}a>l, Syarh} al-Bukha>ri>  juz 13(diambil dari CD – ROM Maktabah Al-Sya>milah), hal. 143.
[22] Badr al-Din al-‘Aini>, ‘Umdah al-Qa>ri’ juz 20 (diambil dari CD – ROM Maktabah Al-Sya>milah), hal. 207
[23] lihat: ‘Abd al-Rau>f al-Mana>wi>, Faid} al-Qadi>r, juz 1 (Mesir: al-Maktabah al-Taja>riyah, 1359 H.) hal. 472, dan Muh}ammad Syams al-Di>n ’Abu> al-T{ayyib, ‘Au>n al-Ma‘bu>d, juz 5(cet. II; Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1415 H.), hal. 67.
[24] Lihat: ibid. Dan ‘Abd al-Rau>f al-Mana>wi, loc. cit.
[25] Muh{ammad Ibn ‘Illa>n al-S}iddi>qi>, Dali>l al-Fa>lih}i>n juz 1 S(Cet. I; Kairo: Da>r al-H{{adi>s\, 1998 M/1419 H.), hal. 323.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar