BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Sejarah Islam telah mengalami pasang
surut peradaban, ketika Barat berada dalam masa-masa suram (The Black Age), Islam telah bersinar
menjadi sebuah imperium peradaban Islam. Dimulai sejak Rasulullah membentuk
perdaban Civil Society atau
masyarakat madani dikota Yatsrib, dilanjutkan oleh khulafaurasyidin dan diteruskan oleh pemerintahan Bani Umayyah,
Bani Abbasiyah sampai pada pemerintahan Turki Utsmani. Akan tetapi pasca
pemerintahan Turki Utsmani Peradaban Islam tinggal menjadi sebuah kenangan,
menjadi buah bibir bagi generasi penerus, Islam berada di bawah bayang-bayang
peradaban Barat.
Bagi kaum pesimis peradaban Islam
tinggal menjadi sebuah sejarah, akan tetapi sejarah tempat belajar para
generasi. Disana orang-orang yang hidup belajar apa yang bermanfaat bagi mereka
dan belajar apa yang berbahaya untuknya agar ia dapat menghindar darinya.
Sejarah adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini.[1]
Dengan Sejarah Orang bisa mendapatkan pengalaman untuk melakukan yang terbaik
di masa yang akan datang.
Islam
pertama kali muncul yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sangat menarik dan
santun sehingga banyak orang yang berbondong-bondong masuk Islam, ketika Islam
dipimpin para khalifah yang empat, islam mengalami perluasan-perluasan wilayah,
sehingga Islam tidak hanya dianut oleh orang-orang arab dan sekitarnya.
Sepeninggalnya para khalifah yang empat Islam dipimpin dinasti umayah yang
berfokus pada pembenahan administrasi Negara.
Sedangkan
ketika dinasti abbasiyah maju sebagai pimpinan, Islam mengalami
kemajuan-kemajuan dalam bidang sains dan teknologi yang diambilkan dari
al-Quran yang berkaiatan dengan ayat-ayat kauniyah (alam semesta) yang dipadukan
dengan filsafat yunani.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ada dua hal yang menjadi Mainstream yang penulis akan angkat,
yaitu
·
Proses
terbentuknya masa Khulafaurasyidin, Bani Umayyah, Bani Abasyiah sebagai masa
kemajuan islam
·
Kemajuan yang di
capai pada masa khulafaurasyidin, Bani Umayya, Bani Abasyiah
PEMBAHASAN
A.
KHILAFAH RASYIDAH
Masa Abu Bakar
Nabi Muhammad Saw. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang
akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik ummat islam setelah beliau
wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin
sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat;
belum lagi jenazahnya di makamkan, sejumlah tokoh muhajirin dan Ansar berkumpul
di balai kota nai sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarakan siapa yang akan
dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena
masing-masing, baik Anshar maupun muhajirin, sama-sama merasa berhak untuk
memimpin ummat islam. Namun, dengan semangat ukhuwah islamiyah yang tinggi,
akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat
penghargaan yang tinggi dari ummat
islam,[2] sehingga
masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin ummat islam setelah rasul, Abu Bakar disebut
Khalifah Rasulillah (pengganti rasul ) yang dalam perkembangan selanjutnya
disebut khalifa saja. Khalifa adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat
untuk menggantikan beliau untuk melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama
dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia
meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri terutama tantangan yang di timbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang
tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah madinah. Mereka menganggap, bahwa
perjanjian yang dibuat dengn nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah
Nabi wafat. Karena itu, mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala
dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dam pemerintahan, Abu
Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut perang riddah (perang
melawan kemurtadan) Khalid bin Al-Walid adalah jendral yang banyak berjasa
dalam prang riddah ini.
Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifa Abu Bakar,
sebagaimana pada masa rasulullah, brsifat sentral; kekuasaaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif terpusat di
tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifa juga
melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga nabi Muhammad, Abu Bakar
selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negri, barulah Abu Bakar
mengirim kekuatan ke luar Arabiah. Khalid ibn Walid dikirim ke irak dan dapat menguasai al- Hijrah di tahun 634 M. ke Syria dikirim
ekspedisi di bawah pimpinan empat jendral yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash,
Yazid ibn Sufyan, dan syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang
masuh berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid Ibnu Walid
diperintahkan meninggalkan Irak dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani,
ia sampai ke Syria.
Umar bin Khattab
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan islam
sedang mengancam palestina, irak dan kerajaan hirah. Ia di ganti oleh “tangan
kanan”nya Umar ibn Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah
dekat, ia bermusyawarah dengan para pemukah sahabat, kemudian mengangkat Umar
sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisihan dan perpecahan di kalangan ummat islam. Kebijaksanaan Abu Bakar
tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat
Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah-khalifah Rasulullah (pengganti dari
pengganti Rasululah) ia juga memperkenalkan istilah amir Al mukminin ( komandan
orang-orang yang beriman).
Dizaman Umar gelombang ekspansi pertama terjadi, ibu kota syiria,
Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara bezantium
kalah di pertempuran yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kearajaan
islam. Dengan memakai syiria sabagai basis, ekspansis di teruskan ke mesir di
bawah pimpinan ‘Amr bin ‘Ash dan ke irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi
Waqqash. Iskandaria, ibu kota dekat hirah di irak, jatuh tahun 637 M. dari sana
serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al Madain yang jatuh pada tahun itu
juga. Pada tahun 641 M, mosul dapat di kuasai. Dengan demikian, pada masa
kepemimpinan umar, wilayah kekuasaan islam sudah meliputi jazirah Arabia,
Palestina, Syria, sebagian besar wilaya Persia, dan mesir.[3]
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur
Admilistrator Negara dengan mencontoh administrasi yang suda berkembang
terutama di Persia. Administrasi pemerintahan di atur menjadi delapan
wilayah propinsi: Mekah, Madinah, Syria,
jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir, Beberapa departemen yang
dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan di terbitkan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan
lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan
ketertiban, jawatan kepolisian di bentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum.[4]umar
juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijriyah.[5]Umar
memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644M) masa jabatannya berakhir
dengan kematian.Dia di bunuholeh seorang budak dari Persia bernama Abu
Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang
dilakukan Abu bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka
untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut
adalah usman, Ali, Thalhah, Zubair, sa’ad ibn Abi waqqas, dan Abdurrahman ibn
‘auf. Setelah umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasilmenunjuk usman
sebagai khalifah, melalui persaingan yang amat ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Usman bin Affan
Di masa pemerintahan Usman (644-655) Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa darri Persia, transoxania, dan tabaristan
berhasil direbut. Ekspansi islam pertama berhenti sampai disini.
Pemerintahan usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paroh terakhir
masa kekhalifaannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan ummat
islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan
Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut ( diangkat dalam usia 70 tahun)
dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/ 655 M, Usman dibunuh
oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Salah satu yang menyebabkan banyak rakyat yang kecewa terhadap kepemimpinan Usman Adalah
kebijaksanaanya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di
antaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.[6]
Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman hanya menjadi boneka di antara
keluarganya.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada
kegiatan-kegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga
arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota, dia juga
membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid
nabi di madina.
Ali bin Abu thalib
Setelah usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bni Abu
Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa
pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun
dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah,
Ali memecat para guberbur yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa
pemberontakan yang terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali
tanah yang di hadiakan usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali system distribusi pajak
tahunan di antara orang-orang islam sebagaiman perna di terapkan umar.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abu Thalib menghadap pemberontakan
Thalhah, Zubair, Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh
Usman, dan mereka menuntut bela terhadap dara Usman yang telah di tumpahkan
secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim
surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan
perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, dan
menyebabkan terjadinya perang yang popular disebut perang jamal karena Aisya pada
waktu itu menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawanya dan zubair dan
Thalhah sedangkan Aisyah di tawan dan dikembalikan ke madinah.
Setelah Khalifah Ali menundukkan pasukan berunta di Basrah, beliau
bersama pasukannya menuju Kufah. Dari Kufah beliau mengirim Jabir bin Abdullah
Al Bajali untuk meminta Muawwiyah mengurungkan niatnya menentang beliau, dan
mengajak agar Muawwiyah menyatakan bai’ahnya terhadap Khalifah Ali bin Abi
Tholib.
Utusan Ali diterima oleh Muawwiyah. Ia memberi jawaban:
1.
Ia tidak akan memberi bai’ah, sebelum kematian
Usman diselesaikan dengan tuntas.
2.
Kalau
Ali mengabaikan pengusutan terhadap pembunuhan Usman, bukan bai’at yang
dilakukan. Tetapi Muawwiyah akan mengangkat senjata untuk melawan Ali.
Dimulailah perang besar di dataran Siffin dengan dahsyatnya antara
Ali dengan Muawwiyah. Pertempuran berkecamuk hingga 4 hari lamanya. Dalam
pertempuran tersebut tentara Muawwiyah mula-mula menang, tetapi kemudian kalah,
dan akhirnya hendak melarikan diri. Tiba-tiba amru mengambil siasat damai
dengan memerintahkan kepada seluruh tentaranya mengacungkan Mushaf Al-Qur’an
pada pucuk tombaknya serta menyeru “Marilah damai dengan hukum Kitabullah”.
Melihat situasi yang demikian, pasukan Ali pecah menjadi dua
golongan satu golongan menerima perdamaian, mengingat pertempuran yang
dilakukan sesama muslik, satu golongan yang lain berpendapat perang terus
hingga nyata siapa nanti yang menang, dengan dugaan mereka bahwa mengangkat
Kitabullah hanyalah semata-mata tipu daya musuh.
Khalifah Ali terpaksa mengikuti golongan pertama yang lebih banyak,
yaitu menghentikan pertempuran yang sedang berkobar dan menantikan keputusan
yang akan dirundingkan tanggal 15 Rajab 37 H. Perundingan tersebut dikenal
dengan perdamaian Daumatul Jandal, karena terjadi di daerah Daumatul Jandal.
Dalam perundingan itu, pihak Muawwiyah mengangkat Amr bin Ash sebagai kepala
utusan, dari pihak Ali mengangkat Abu Musa Al Asy’ari.
Tanya jawab diadakan dan akhirnya setuju untuk mempersiapkan
jawaban agar Ali dan Muawwiyah diturunkan dari keKhalifaan. Kemudian diserahkan
kepada umat untuk memilih Khalifah yang disukainya, demi persatuan dan kesatuan
umat Islam. Mula-mula Abu Musa berdiri, kemudian memutuskan mencabut Ali dari
keKhalifaan. Setelah itu Amr bin Ash juga berdiri dan memutuskan memecat Ali
seperti yang dikatakan Abu Musa dan menetapkan Muawwiyah menjadi Khalifah atas
pemilihan umat.
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali, maka
timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golonga yang semula pengikut
Ali , setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari
golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang sudah hampir
menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul Jandal.
Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal
tidak ada tempat bertahkim kecuali Allah. Maksudnya tidak ada hukum selain
bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam.
Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarkan Kitab Allah
maka ia termasuk orang kafir.
Sebaliknya golongan kedua Syi’ah (golongan yang tetap setia
mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup
kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa,
selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak
menjadi Khalifah. Mengingat perdebatan ini tidak titik temunya dan
mengakibatkan perundingan Daumatul Jandal gagal sehingga perdamaian tidak
terwujud.
Kaum Khawarij tidak lagi mempercayai kebenaran pemimpin-pemimpin
Isalam, dan mereka berpendapat bahwa pangkal kekacauan Islam pada saat itu
adalah karena adanya 3 orang imam, yaitu Ali, Muawwiyah dan Amr.
Kemudian kaum Khawarij membulatkan tekadnya, “tiga orang imam itu
harus dibunuh dalam satu saat, bila hal itu tercapai umat Islam akan bersatu
kembali”. Demikian tekad mereka. “Saya membunuh Ali”, kata Abdurrahman bin
Muljam, “Saya membunuh Muawwiyah”, sambut Barak bin Abdullah Attamimi, “Dan
saya membunuh Amr”, demikian kesanggupan Amr bin Bakr Attamimi.
Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17
Ramadhan 40 H/24 Januari 661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij
tiu. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat
Subuh di Masjid Kufah tetapi Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh.
Barak menikam Muawwiyah mengenai punggungnya, ketika Muawwiyah
sedang sholat Subuh di Masjid Damaskus. Sedang Amr bin Bakr berhasil membunuh
wakil imam Amr bin Ash ketika ia sedang sholat Subuhdi Masjid Fusthat Mesir.
Amr bin sendiri tidak mengimami sholat, sedang sakit perut di rumah kediamannya
sehingga ia selamat.
Khalifah Ali wafat dalam usia 58 tahun, setelah wafatnya nabi maka
berakhirlah masa pemerintahan Khulafaul rasyidin.
Masa bani Umayyah
[1] Ahmad Al-Usairy yang dikutip dalam pengantar Unwan al-Majd karangan Ibnu Bisr h. 12
[2]
Hasan Ibrahim Hassan, sejarah kebudayaan islam, (Yogyakarta:
penerbitkota kembang, 1989),hlm.34.
[3] Harun
Nasution, islam di tinjau dari berbagai aspek, jiilid1,(Jakarta: UI Press,
1985, cet kelima),58.
[4]
Syibli Nu’man, umar yang agung,cetakan 1 (bandung: CV Rusyda,1987,hlm, 87.
[5] A.
Syalabi, sejara kebudayaan islam, jilid 1,(Jakarta: pustaka Alhusna,1987,
cet.v),hlm.263
[6]
Ahmad Amin, Islam dari masa ke masa, (bandung: CV rusyda,1987, cet.1),hlm. 87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar