Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Kamis, 11 Oktober 2012

masa kemajuan Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
Sejarah Islam telah mengalami pasang surut peradaban, ketika Barat berada dalam masa-masa suram (The Black Age), Islam telah bersinar menjadi sebuah imperium peradaban Islam. Dimulai sejak Rasulullah membentuk perdaban Civil Society atau masyarakat madani dikota Yatsrib, dilanjutkan oleh khulafaurasyidin dan diteruskan oleh pemerintahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyah sampai pada pemerintahan Turki Utsmani. Akan tetapi pasca pemerintahan Turki Utsmani Peradaban Islam tinggal menjadi sebuah kenangan, menjadi buah bibir bagi generasi penerus, Islam berada di bawah bayang-bayang peradaban Barat.
Bagi kaum pesimis peradaban Islam tinggal menjadi sebuah sejarah, akan tetapi sejarah tempat belajar para generasi. Disana orang-orang yang hidup belajar apa yang bermanfaat bagi mereka dan belajar apa yang berbahaya untuknya agar ia dapat menghindar darinya. Sejarah adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini.[1] Dengan Sejarah Orang bisa mendapatkan pengalaman untuk melakukan yang terbaik di masa yang akan datang.
Islam pertama kali muncul yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sangat menarik dan santun sehingga banyak orang yang berbondong-bondong masuk Islam, ketika Islam dipimpin para khalifah yang empat, islam mengalami perluasan-perluasan wilayah, sehingga Islam tidak hanya dianut oleh orang-orang arab dan sekitarnya. Sepeninggalnya para khalifah yang empat Islam dipimpin dinasti umayah yang berfokus pada pembenahan administrasi Negara.
Sedangkan ketika dinasti abbasiyah maju sebagai pimpinan, Islam mengalami kemajuan-kemajuan dalam bidang sains dan teknologi yang diambilkan dari al-Quran yang berkaiatan dengan ayat-ayat kauniyah (alam semesta) yang dipadukan dengan filsafat yunani.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ada dua hal yang menjadi Mainstream yang penulis akan angkat, yaitu
·         Proses terbentuknya masa Khulafaurasyidin, Bani Umayyah, Bani Abasyiah sebagai masa kemajuan islam
·         Kemajuan yang di capai pada masa khulafaurasyidin, Bani Umayya, Bani Abasyiah

PEMBAHASAN
A.     KHILAFAH RASYIDAH
Masa Abu Bakar
Nabi Muhammad Saw. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik ummat islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya di makamkan, sejumlah tokoh muhajirin dan Ansar berkumpul di balai kota nai sa’idah, Madinah. Mereka memusyawarakan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing, baik Anshar maupun muhajirin, sama-sama merasa berhak untuk memimpin ummat islam. Namun, dengan semangat ukhuwah islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan  yang tinggi dari ummat islam,[2] sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Sebagai pemimpin ummat islam setelah rasul, Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (pengganti rasul ) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifa saja. Khalifa adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau untuk melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang di timbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah madinah. Mereka menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengn nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu, mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dam pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut perang riddah (perang melawan kemurtadan) Khalid bin Al-Walid adalah jendral yang banyak berjasa dalam prang riddah ini.
Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifa Abu Bakar, sebagaimana pada masa rasulullah, brsifat sentral; kekuasaaan legislatif, eksekutif dan yudikatif  terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifa juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabiah. Khalid ibn Walid dikirim ke irak  dan dapat menguasai  al- Hijrah di tahun 634 M. ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat jendral yaitu Abu Ubaidah, Amr ibn ‘Ash, Yazid ibn Sufyan, dan syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masuh berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid Ibnu Walid diperintahkan meninggalkan Irak dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.
Umar bin Khattab
Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan islam sedang mengancam palestina, irak dan kerajaan hirah. Ia di ganti oleh “tangan kanan”nya Umar ibn Khattab. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemukah sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan ummat islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah-khalifah Rasulullah (pengganti dari pengganti Rasululah) ia juga memperkenalkan istilah amir Al mukminin ( komandan orang-orang yang beriman).
Dizaman Umar gelombang ekspansi pertama terjadi, ibu kota syiria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara bezantium kalah di pertempuran yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kearajaan islam. Dengan memakai syiria sabagai basis, ekspansis di teruskan ke mesir di bawah pimpinan ‘Amr bin ‘Ash dan ke irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota dekat hirah di irak, jatuh tahun 637 M. dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, mosul dapat di kuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan umar, wilayah kekuasaan islam sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilaya Persia, dan mesir.[3]         
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur Admilistrator Negara dengan mencontoh administrasi yang suda berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan di atur menjadi delapan wilayah  propinsi: Mekah, Madinah, Syria, jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir, Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan di terbitkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian di bentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum.[4]umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijriyah.[5]Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644M) masa jabatannya berakhir dengan kematian.Dia di bunuholeh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah usman, Ali, Thalhah, Zubair, sa’ad ibn Abi waqqas, dan Abdurrahman ibn ‘auf. Setelah umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasilmenunjuk usman sebagai khalifah, melalui persaingan yang amat ketat dengan Ali bin Abi Thalib.
Usman bin Affan
Di masa pemerintahan Usman (644-655) Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa darri Persia, transoxania, dan tabaristan berhasil direbut. Ekspansi islam pertama berhenti sampai disini.
Pemerintahan usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paroh terakhir masa kekhalifaannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan ummat islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut ( diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/ 655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu.
Salah satu yang menyebabkan banyak rakyat yang  kecewa terhadap kepemimpinan Usman Adalah kebijaksanaanya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah.[6] Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan  penting, Usman hanya menjadi boneka di antara keluarganya.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota, dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid, dan memperluas masjid nabi di madina.
Ali bin Abu thalib
Setelah usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bni Abu Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para guberbur yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan yang terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang di hadiakan usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada Negara, dan memakai kembali system distribusi pajak tahunan di antara orang-orang islam sebagaiman perna di terapkan umar.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abu Thalib menghadap pemberontakan Thalhah, Zubair, Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman, dan mereka menuntut bela terhadap dara Usman yang telah di tumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, dan menyebabkan terjadinya perang yang popular disebut perang jamal karena Aisya pada waktu itu menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawanya dan zubair dan Thalhah sedangkan Aisyah di tawan dan dikembalikan ke madinah.
Setelah Khalifah Ali menundukkan pasukan berunta di Basrah, beliau bersama pasukannya menuju Kufah. Dari Kufah beliau mengirim Jabir bin Abdullah Al Bajali untuk meminta Muawwiyah mengurungkan niatnya menentang beliau, dan mengajak agar Muawwiyah menyatakan bai’ahnya terhadap Khalifah Ali bin Abi Tholib.
Utusan Ali diterima oleh Muawwiyah. Ia memberi jawaban:
1.       Ia tidak akan memberi bai’ah, sebelum kematian Usman diselesaikan dengan tuntas.
2.      Kalau Ali mengabaikan pengusutan terhadap pembunuhan Usman, bukan bai’at yang dilakukan. Tetapi Muawwiyah akan mengangkat senjata untuk melawan Ali.
Dimulailah perang besar di dataran Siffin dengan dahsyatnya antara Ali dengan Muawwiyah. Pertempuran berkecamuk hingga 4 hari lamanya. Dalam pertempuran tersebut tentara Muawwiyah mula-mula menang, tetapi kemudian kalah, dan akhirnya hendak melarikan diri. Tiba-tiba amru mengambil siasat damai dengan memerintahkan kepada seluruh tentaranya mengacungkan Mushaf Al-Qur’an pada pucuk tombaknya serta menyeru “Marilah damai dengan hukum Kitabullah”.
Melihat situasi yang demikian, pasukan Ali pecah menjadi dua golongan satu golongan menerima perdamaian, mengingat pertempuran yang dilakukan sesama muslik, satu golongan yang lain berpendapat perang terus hingga nyata siapa nanti yang menang, dengan dugaan mereka bahwa mengangkat Kitabullah hanyalah semata-mata tipu daya musuh.
Khalifah Ali terpaksa mengikuti golongan pertama yang lebih banyak, yaitu menghentikan pertempuran yang sedang berkobar dan menantikan keputusan yang akan dirundingkan tanggal 15 Rajab 37 H. Perundingan tersebut dikenal dengan perdamaian Daumatul Jandal, karena terjadi di daerah Daumatul Jandal. Dalam perundingan itu, pihak Muawwiyah mengangkat Amr bin Ash sebagai kepala utusan, dari pihak Ali mengangkat Abu Musa Al Asy’ari.
Tanya jawab diadakan dan akhirnya setuju untuk mempersiapkan jawaban agar Ali dan Muawwiyah diturunkan dari keKhalifaan. Kemudian diserahkan kepada umat untuk memilih Khalifah yang disukainya, demi persatuan dan kesatuan umat Islam. Mula-mula Abu Musa berdiri, kemudian memutuskan mencabut Ali dari keKhalifaan. Setelah itu Amr bin Ash juga berdiri dan memutuskan memecat Ali seperti yang dikatakan Abu Musa dan menetapkan Muawwiyah menjadi Khalifah atas pemilihan umat.
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golonga yang semula pengikut Ali , setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul Jandal.
Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali Allah. Maksudnya tidak ada hukum selain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarkan Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir.
Sebaliknya golongan kedua Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa, selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak menjadi Khalifah. Mengingat perdebatan ini tidak titik temunya dan mengakibatkan perundingan Daumatul Jandal gagal sehingga perdamaian tidak terwujud.
Kaum Khawarij tidak lagi mempercayai kebenaran pemimpin-pemimpin Isalam, dan mereka berpendapat bahwa pangkal kekacauan Islam pada saat itu adalah karena adanya 3 orang imam, yaitu Ali, Muawwiyah dan Amr.
Kemudian kaum Khawarij membulatkan tekadnya, “tiga orang imam itu harus dibunuh dalam satu saat, bila hal itu tercapai umat Islam akan bersatu kembali”. Demikian tekad mereka. “Saya membunuh Ali”, kata Abdurrahman bin Muljam, “Saya membunuh Muawwiyah”, sambut Barak bin Abdullah Attamimi, “Dan saya membunuh Amr”, demikian kesanggupan Amr bin Bakr Attamimi.
Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/24 Januari 661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij tiu. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat Subuh di Masjid Kufah tetapi Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh.
Barak menikam Muawwiyah mengenai punggungnya, ketika Muawwiyah sedang sholat Subuh di Masjid Damaskus. Sedang Amr bin Bakr berhasil membunuh wakil imam Amr bin Ash ketika ia sedang sholat Subuhdi Masjid Fusthat Mesir. Amr bin sendiri tidak mengimami sholat, sedang sakit perut di rumah kediamannya sehingga ia selamat.
Khalifah Ali wafat dalam usia 58 tahun, setelah wafatnya nabi maka berakhirlah masa pemerintahan Khulafaul rasyidin.
Masa bani Umayyah
           





[1] Ahmad Al-Usairy yang dikutip dalam pengantar Unwan al-Majd  karangan Ibnu Bisr h. 12
[2] Hasan Ibrahim Hassan, sejarah kebudayaan islam, (Yogyakarta: penerbitkota kembang, 1989),hlm.34.
[3] Harun Nasution, islam di tinjau dari berbagai aspek, jiilid1,(Jakarta: UI Press, 1985, cet kelima),58.
[4] Syibli Nu’man, umar yang agung,cetakan 1 (bandung: CV Rusyda,1987,hlm, 87.
[5] A. Syalabi, sejara kebudayaan islam, jilid 1,(Jakarta: pustaka Alhusna,1987, cet.v),hlm.263
[6] Ahmad Amin, Islam dari masa ke masa, (bandung: CV rusyda,1987, cet.1),hlm. 87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar