Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Kamis, 11 Oktober 2012

Objek Dakwah



PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dakwah adalah bagian penting dalam islam, sehingga sering dikatakan bahwa islam adalah agama dakwah. Melalui dakwah itulah ajaran islam bisa tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Melalui dakwah pula, ajaran islam diamalkan para pemeluknya sehingga tercemin dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat . Itulah kenapa, di dalam literatur al-Qur’an sendiri banyak dalil-dalil yang berbicara dan mengatur tentang apa dan bagaimana berdakwah. Salah satu perintah Allah untuk berdakwah dalam Al-Quran ialah :
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Keberhasilan dakwah akan sangat bergantung kepada bagaimana da’i tersebut berdakwah. Tidak hanya penguasaan materi yang mumpuni, kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu dakwah pun sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri. Salah satu analisis ilmu dakwah tersebut ialah membahas obyek dan Sasaran-nya. Dalam makalah ini dijelaskan secara sederhana tentang Obyek atau Sasaran Dakwah. semoga bisa bermanfaat untuk anda semua.
B.     Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud Obyek Dakwah ?
Siapa yang di maksud obyek Dakwah ?
Apa tujuan mengetahui Obyek Dakwah?



PEMBAHASAN
C.    Pengertian Objek Dakwah
Ditinjau dari segi etimologi obyek Dakwah atau Mad’u مدعو   adalah bahasa arab yang merupakan isim maful yang berasal dari fiil madi yaitu دعى menyeruh, dalam Ensiklopedia Islam diartikan sebagai “ajakan kepada Islam[1], sedangkan menurut Wahidin saputra bahwa Mad’u ialah orang atau kelompok yang lazim disebut dengan jamaah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i, baik itu Mad’u orang dekat atau jauh, Muslim atau non-muslim,laki-laki ataupun perempuan. Seorang da’i akan menjadikan mad’u sebagai objek bagi transformasi keilmuan yang dimilikinya.[2] maka dari sini penulis mencoba mendefeniskan kata مدعو yaitu  orang yang menjadi sasaran ajakan kepada islam yang hakiki.
D.    Objek Dakwah
Ada banyak Ulama yang menjelaskan tentang sasaran atau orang-orang yang perlu di dakwahi namun penulis mencoba mengambil beberapa pendapat yang di anggap penting dan utama dalam makala ini :
Menurut Muhamkmad Abu Fath Al-Bayanun Dakwah itu ditujukan untuk orang  kafir agar masuk islam, juga di tujukan kepada muslim untuk memperbaiki keislaman mereka serta meningkatkan keimanan mereka. Kalau orang-orang kafir di seru itu terdiri dari berbagai macam jenis dan modelnya, demikina juga objek dakwah dari kalangan muslimin pun bermacam-macam.
Al-Quran telah mengisyaratkan bahwa muslimin itu terbagi menjadi tiga macam. Allah ta’ala berfirman :
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ  
kemudian kami mewariskan kitab itu kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami. Maka di natara mereka sendiri dan dikalangan mereka pun ada orang yang sedang-sedang da nada pula di antara mereka yang lebi dulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”[3]
Dari sini kita tahu, dalam konsep dakwah kelompok-kelompok ini tidak dapat diperlakukan sama, akan tetapi dakwa pada tiap-tiap kelopmpok ini modelnnya sangat tergantung pada keadaannya dan tanggapannya untuk menerima dan memegang teguh kebenaran.
Maka orang yang telah terlebi dahulu berbuat kebaikan di ajak untuk memperbanyak kebaikannya merealisasiakan ketakwaannya. Ini merupakan medan luas yang tiada habisnya sebagaimana firman Allah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ 
“Wahai orang-orang yang beriman !bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar ketakwaan. Dan janganlah kalian mati kecuali kalian dalam keadaan menyerahakan diri[4].”
Sebagaiman orang yang berbuat zalim itu di ajak untuk kembali dari kebodohan dan kedurhakaannya, untuk menghindari segala macam kemaksiatan, dan kembali berpegang teguh dengan perintah dan hukum Allah sebagai wujud taubat dari kezalimannya.
Sedangkan kelompok yang ketiga (yaitu orang yang sedang-sedang)di seru untuk berketetapan hati taat dan menjauhi kemaksiatan, sebagaimana diserukan untuk meningkatkan kondisinya mnejadi orang-orang yang bertakwa. Berlombah kepada kebaikan.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah hai Muhammad, Wahai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Dialah yang maha pengampun lagi maha penyayang,”
Sebagaimana pula orang-orang muslim yang tersesat, yakni orang-orang yang terjebak dengan segala macam kesesatan akidah itu diseru dengan memperbaiki akidah-akidah mereka dan kembali dari kesesatannya, sebelum nantinya dilanjutkan dengan hukum-hukum pidana, sehingga akidah mereka benar dan segalah bentuk keraguan yang ada pada mereka akan sirna. Maka apabila merka suda berketetapan hati kepada kebenaran dan petunjuk, maka mereka termasuk salah satu dari tiga bagian tersebut diatas dan mendapatkan perlakuan sebagaimana kelompoknya.[5] 
Sedangkan menurut Wahidin Saputra sasaran dakwah meliputi masyarakat dilihat dari berbagai segi :
1.      sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing pedesaan, kota besar dan kecil serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar. 
2.      Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari sudut struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintahan dan keluarga.
3.      Sasaran yang berupa kelompok dilihat dari segi social kultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi terletak dalam masyarakat jawa.
4.      Sasaran yang berhubungan dengan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia, berupa dorongan anak-anak, remaja, dan orang tua.
5.      Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi atau pekerjaan ) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai, negeri.
6.      Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup social ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah, dan miskin.
7.      Sasaran yang menyangkut kelompok  masyarakat dilihat dari jenis kelamin berupa golongan pria dan Wanita.
8.      Sasaran yang berubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana.
Made’u adalah objek dakwah bagi seorang da’i yang bersifat individual, kolektif, atau masyarakat umum. Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur unsur dakwah yang lain oleh sebab itu masalah masyarakat ini seharusnya di pelajari dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang sebenarnya. Maka dari itu sebagai bekal dakwah dari seorang da’i atau muballig hendaknya memperlengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan dan pengalaman yang erat hubungannya dengan masalah masyarakat.[6]   
Para Da'i tidak cukup hanya mengetahui objek dakwah secara umum dan secara khusus tersebut, tetapi yang lebih penting lagi yang harus diketahui adalah hakikat objek dakwah atau sasaran dakwah itu sendiri. Adapun hakikat objek dakwah adalah seluruh dimensi problematika hidup objek dakwah, baik problem yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, akhlaq, mu'amalah, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dll.[7] 








PENUTUP
E.     Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka penulis dapat simpulkan mad’u atau مدعو adalah isim maful yang bentuk fiil madhinya adalah دعى yang artinya menyeruh, memanggil, mengajak.
dapat dipahami bahwa objek dakwah atau sasaran dakwah secara umum adalah seluruh manusia, dan objek dakwah secara khusus dapat ditinjau dari berbagai aspek. Secara khusus sebagai berikut :
  1. Aspek usia : anak-anak, remaja dan orang tua
  2. Aspek kelamin : Laki-laki dan Perempuan
  3. Aspek agama : Islam dan kafir atau non muslim
  4. Aspek sosiologis : masyarakat terasing, pedesaan, kota keci dan kota besar, serta masyarakat marjinal dari kota besar
  5. Aspek struktur kelembagaan : Priyayi, abangan dan santri
  6. Aspek ekonomi : Golongan kaya, menengah,dan miskin
  7. Aspek mata pencaharian : Petani,peternak, pedagang,nelayan,pegawai,dll
  8. Aspek khusus : Golongan masyarakat tuna susila, tuna netra, tuna rungu, tuna wisma
  9. Islam atau non islam.
Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur unsur dakwah yang lain, oleh sebab itu masalah masyarakat ini seharusnya di pelajari dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang sebenarnya agar dakwah yang kita sampaikan labi terarah dan mengenah ketujuan dakwah.




DAFTAR PUSTAKA
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Jakarta: Djambatan, 1992
Saputra Wahidin, Pengantar Ilmu Dakwah,jilid 1(jakarta: raja grafindo persada, 2011
Muhammad Abu Fath Al-Bayanun, Nasihat untuk para Da’I, cet 1, Surakarta: indiva pustaka, 2008
Saputra Wahidin, retorika monologika: kiat dan tips praktis menjadi muballig, bogor: titian nusa press, 2010
Bachtiar Wardi, Metode Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997



[1] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan, 1992) 208
[2] Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah,jilid 1(jakarta: raja grafindo persada, 2011) hal. 279.
[3] QS. Fathir: 32
[4] QS. Ali Imran: 102
[5] Muhammad Abu Fath Al-Bayanun, Nasihat untuk para Da’I, cet 1(Surakarta: indiva pustaka, 2008) hal.88-90
[6] Wahidin saputra, retorika monologika: kiat dan tips praktis menjadi muballig,(bogor: titian nusa press, 2010), hlm.5-6.
[7] Wardi Bachtiar, Metode Penelitian Ilmu Dakwah,( Jakarta: Logos, 1997), h. 35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar